
GORONTALO, MANADONEWS – Kericuhan terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Gorontalo, Rabu (1/6) dini hari. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menyatakan kericuhan di Lapas Gorontalo, diduga dipicu oleh aksi kekerasan yang dilakukan salah satu anggota Kepolisian yang mengawal tahanan usai bersidang di Kejaksaan Negeri Limboto, Gorontalo, Selasa (31/5).
Markas Besar Polri masih belum bisa memastikan dugaan aksi kekerasan anggotanya sebagai pemicu kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Gorontalo. Menurut versi polisi, kerusuhan diakibatkan provokasi oleh narapidana.
“Informasi yang kami dapat dia dikeroyok karena ada provokasi,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar dikutip CNNIndonesia di kantornya, Jakarta, Rabu (1/6).
Menurut Boy, provokasi itu diduga berawal dari rasa ketidaksukaan narapidana kepada petugas. Hingga kini, Polri masih belum mendapat informasi yang menyebut kekerasan aparat sebagai pemicu kerusuhan itu.
“Hingga kini masih kami selidiki. Penyebab pastinya belum kami ketahui,” kata Boy.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Gorontalo Agus Subandrio mengatakan, kekerasan polisi tersebut berawal dari peristiwa senggolan dengan salah satu tahanan berinisial Edi Nurkamidi. Rekan Edi yang juga tahanan tak terima dan langsung mengeroyok polisi tersebut.
Akibat dikeroyok sejumlah tahanan, polisi itu mengalami luka yang diduga disebabkan oleh senjata tajam milik salah satu tahanan yang melakukan penyerangan.
“Ketika memasuki pintu Lapas, ada dua petugas Kepolisian bersenggolan dengan tahanan atas nama Edi Nurkamidi yang baru keluar dari mengambil obat di Poliklinik Lapas. Terjadi adu mulut dan polisi tersebut sempat menendang tahanan itu. Kemudian seketika itu juga polisi tersebut dikeroyok,” ujar Agus dalam keterangan tertulis kepada media, dilansir CNN Indonesia, Rabu (1/6).
Menurutnya, telah terjadi kesalahan prosedur pengamanan terhadap para tahanan usai bersidang. Ia menyebut para tahanan seharusnya mendapat pengawalan dari petugas Kejaksaan, bukan Kepolisian.
“Seharusnya sesuai prosedur yang berlaku, para tahanan diantar petugas Kejaksaan dan dikawal anggota Polri. Ternyata tahanan ketika masuk lapas hanya dikawal polisi saja tanpa didampingi petugas Kejaksaan,” ujarnya.
[CNN Indonesia]