JAKARTA, MANADONEWS – Belakangan ini, kondisi di Laut China Selatan kian panas karena adanya sejumlah insiden dan sengketa wilayah tersebut. Sengketa itu melibatkan China dan beberapa negara anggota ASEAN, yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei Darussalam.
Laut China Selatan merupakan salah satu jalur perdagangan tersibuk dunia dengan nilai perdagangan mencapai US$5 triliun per tahun. Para menteri luar negeri anggota ASEAN rencananya akan mengadakan pertemuan khusus dengan pemerintah China di Kunming pada 13-14 Juni mendatang, dengan harapan dapat membahas masalah Laut China Selatan.
“Setelah pertemuan ASEAN Foreign Minister Retreat Februari lalu, ada pembahasan kesamaan pandangan bahwa diperlukan engagement khusus lebih awal dengan pihak RRT untuk melakukan dialog mengenai beberapa hal yang menjadi kepentingan bersama, terutama harapannya isu Laut China Selatan,” ujar Direktur Mitra Wicara Intrakawasan ASEAN Kementerian Luar Negeri, Derry Aman, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (9/6) dilansir CNN Indonesia.
Derry menjelaskan bahwa memang sebenarnya ada pula Konferensi Tingkat Menteri ASEAN dan Mitra reguler yang akan diselenggarakan pada Juli mendatang. Namun, para negara ASEAN menganggap pendekatan dengan China perlu dilakukan secepatnya. Lebih lanjut menurut Derry, bahwa hubungan dengan China harus terus dijaga agar kestabilan di kawasan dapat terjaga demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pertemuan dengan China ini, kata Derry, para menteri luar negeri dari negara ASEAN akan menekankan sentralitas dalam kawasan.
“Kami akan menekankan ASEAN sentrality sebagai faktor penentu dan dominan di kawasan kita sendiri. Engagement ini akan mendukung keberadaan ASEAN sebagai central role di kawasan. Kami ingin kawasan yang damai dan stabil sebagai modal kawasan agar bisa berkembang,” ucap Derry.
Jika membahas masalah Laut China Selatan, Indonesia sendiri akan menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya impelementasi Declaration of Conduct (DoC). “Bagian dari implementasi itu adalah penyelesaian Code of Conduct (CoC),” kata Derry.
CoC yang hingga kini masih terus digodok akan mengatur perilaku di Laut China Selatan. Selain itu, Indonesia juga akan menekankan kepada semua pihak bahwa dalam konteks kondisi di LCS, yang paling penting adalah menahan diri.
“Menahan diri untuk tidak melakukan provokasi, baik langsung maupun tidak langsung. Itu yang selama ini belum bisa tercapai. Hanya dengan adanya menahan diri dari semua pihak terkait di LCS, kondisi akan kondusif di LCS,” kata Derry.
Tak hanya itu, Indonesia juga menekankan bahwa penyelesaian sengketa harus dilakukan secara damai dengan penghormatan terhadap diplomasi dan hukum.
Kini, ketegangan antara Filipina dan China meningkat menyusul persiapan pengadilan internasional di Den Haag untuk memberikan putusan dalam beberapa bulan ke depan terkait sengketa wilayah di Laut China Selatan yang diajukan oleh Manila pada 2013.
Filipina berupaya mencari klarifikasi dari hukum maritim PBB yang dapat melemahkan klaim China yang mencapai 90 persen wilayah Laut China Selatan.
Filipina menolak klaim China di suatu wilayah yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus hingga ke perairan Asia Tenggara. Sengketa wilayah ini meliputi ratusan pulau dan terumbu karang.
[CNN Indonesia]