MANADO, MANADONEW – Menjadi Lawyer atau Pengacara akan selalu berhadapan dengan pengalaman hukum yang penuh warna dan dinamis.
Maka sebagai pengacara, seseorang dituntut memiliki sense atas setiap kasus hukum yang melibatkan dirinya, secara khusus saat mendampingi klien.
“Kalau tidak memiliki sense atau kepekaan, bagamana seorang pengacara dapat melaksanakan tugasnya mendampingi klien?” ujar Pengacara Bobby Kaunang, SH kepada manadonews, Sabtu (7/8).
Dikatakan Ketua Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) Sulawesi Utara (Sulut) itu, hanya dengan kepemilikan semangat itu seorang pengacara dapat memposisikan dirinya sebagai lawyer.
“Sebab jangan lupa, lawyer itu profesi kemanusiaan. Mengapa? Karena yang didampingi adalah subyek manusia yang di dalam dirinya bersemayam hak – hak dasar, dan itu telah ada sejak dilahirkan. Maka Lawyer adalah profesi mulia,” tukas Ketua Senat Fakultas Hukum UKIT tahun 1995 itu bersama James Sumendap sebagai Sekretaris.
Diakui Kaunang yang di masa muda aktif di organisasi kepemudaan seperti KNPI dan Pemuda Pancasila tingkat Kabupaten Minahasa bahkan menjadi pengurus, banyak yang kerap menyudutkan pengacara lantaran mendampingi klien yang secara subyektif dinilai ‘bersalah.’ Padahal esensi dari pendampingan seorang pengacara justru karena ada hak – hak dasar sebagai manusia yang dimiliki klien.
“Dan itu wajib dihormati, dihargai dan dilindungi. Itulah tujuan dari pemberian pendampingan hukum dari seorang pengacara,” tutur pengacara yang aktif sebagai aktivis muda di masa kuliah itu bersama James Sumendap sebagai Ketua Badan Perwakilan mahasiswa (BPM) UKIT.
Intinya, menurut pengacara yang telah mendampingi sejumlah klien bahkan klien yang berdomosili di ibukota Negara itu, menjadi pengacara berarti menjalankan sebuah tugas yang luhur lantaran ada nlai kemanusiaan yang diperjuangkan.
Fik
