MANADO, MANADONEWS – Desa Kokoleh Dua Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara terbilang masih tetap konsisten melestarikan nilai – nilai sejarah budaya.
Terbukti di Desa itu terdapat belasan Waruga yang tidak saja masih terawat dengan sangat bagus namun lokasinya pun terlihat sangat asri.
Menuju ke lokasi yang berjarak sekitar 21 KM dari pusat Kota Manado, Jumat (12/10), menggunakan mobil bersama tim penghayat Budaya ‘Mahasa’ dengan Axcel Kaunang Dondokambey sebagai Pakampetan, kami menempuh perjalanan tidak sampai satu jam.
Tiba di Desa Kokoleh Dua, kami langsung diantar oleh salah satu penghayat budaya setempat Rio Kawalo yang kebetulan menjadi orang pertama yang kami tanyakan perihal keberadaan Waruga.
Jalan menuju lokasi waruga pun tergolong baik. Tiba di depan lokasi waruga, sambil menunggu kedatangan juru kunci, orang di Desa itu biasa memanggilnya Om Buang Assah, kami terlibat percakapan ringan dengan Rio.
“Di sini terdapat 14 Waruga termasuk Makalesar(tuan tanah) yang bernama Opo Tampanatu,” katanya.
Tak lama berselang si juru kunci tiba dan kami langsung memperkenalkan diri. Dengan ramah ia mengajak masuk ke lokasi.
Di dalam lokasi terlihat belasan waruga diletakkan berjejer satu baris, kecuali Makalesar yang sedikit terpisah.
Dari belasan Waruga, terdapat Waruga milik Opo Pinantik Korotey dan Lengkong Wuaya(Opo yang terkenal sangat pemberani, Panglima Perang yang sangat disegani dan berjiwa kstaria).
Sedang berbincang – bincang dengan Om Buang dan Rio, beberapa penghayat budaya lainnya datang menghampiri. Suasana sangat akrab langsung tercipta, sebagaimana antar sesama penghayat adat dan budaya.
Usai melakukan ritual, kami langsung berpamitan sambil mengucapkan terima kasih mengingat masih akan melanjutkan perjalanan ke tempat lainnya.
Meski hanya dengan waktu relatif singkat, ada beberapa hal menarik terkait lokasi Waruga di Desa Kokoleh Dua dan itu menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Pertama, lokasinya sangat asri. Dapat dipastikan kebersihan lokasi selalu dijaga dengan sangat baik.
Kedua, halaman depan lantainya di cor. Di dalam lokasi, pun dibuat lantai mengitari 14 waruga. Kompleks Waruga pun dikelilingi dengan pagar beton dengan satu gerbang masuk, yang selalu terkunci, kecuali ada pengunjung baru dibuka.
Ketiga, para penghayat budaya desa setempat sangat welcome dan penuh kekeluargaan.
Hal lainnya, setiap pengunjung yang datang tidak dipungut bea masuk.
Fian