SULUT,Manadonews.co.id-.Penggunaan air raksa atau yang lebih dikenal dengan merkuri bisa menimbulkan banyak kerugian, antara lain menyebabkan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan jadi terancam, bahkan juga bisa memicu berbagai persoalan lainnya.
Hal tersebut juga menjadi perhatian serius dan menjadi program berkelanjutan Pertambangan Emas Skala Kecil yang dilaksanakan AGC (Artisanal Gold Council) saat mengelar Workshop Konvensi Minamata dan Rencana Aksi Daerah, di Hotel Four Point by Sheraton, Kamis (4/7/2019).
Kegiatan ini dilaksanakan dengan bekerjasama Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Diskusi pada kesempatan tersebut bertajuk Merkuri dan Pertambangan Emas Skala kecil.
Sebab, penggunaan merkuri di pertambangan emas skala kecil kini menjadi salah satu isu lingkungan yang perlu diperhatikan secara serius oleh berbagai pihak serta pemerintah.
Seperti diketahui diakhir Tahun 2017 Indonesia resmi meratifikasi Konvensi Minamata soal penggunaan merkuri yang berdampak bagi kesehatan dan lingkungan.
Didalam Undang-undang nomor 11 tahun 2017 yang mengatur pelarangan penggunaan merkuri sudah ditetapkan.
Kegiatan ini berutujuan untuk osialisasi kepada masyarakat khususnya para pemilik tambang agar mengurangi penggunaan Mercuri yang berdampak berbahaya bagi lingkungan juga manusia.
Disisi lain, menurut Yun Insiani Direktur Pengelohan Bahan Berbahaya Beracun KLHK RI( Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan) RI, bahwa bahaya Mercuri bukan hanya tanggang jawab pemerintah pusat tapi juga tanggung jawab pemerintah daerah yang diatur Dalam Instruksi Presiden No 21 Tahun 2019 Tentang penggalangan aksi Daerah terkait penggunan dan pengurangan pemakaian Mercuri.
Selain itu, membantu melakukan edukasi kepada masyarakat karena merkuri merupakan bahan yang berbahaya, sesuai dengan ratifikasi konvensi minamata dan untuk kedepan akan dilakukan aksi gerakan bersama tentang Bahaya Merkuri.
“Ini sesuai Instruksi Presiden yang diatur dalam No 21 Tahun 2019. Bahwa lemerintah daerah yakni Walikota/Bupati harus dilibatkan dalam penggalangan aksi daerah terkait penggunan dan pengurangan pemakaian Mercuri,” ujar Yun Insiani.
Saat perusahaan-perusahaan tambang rakyat skala kecil di Sulut banyak yang didapati menjalankan aktivitas tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Dimana perusahaan tambang kebanyakan didapati tidak melaksanakan kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam dokumen ketika pihak pemerintah memberikan ijin pertambangan. Ini harus diperhatikan,” pungkasnya.
Acara ini turut dihadiri Dinas terkait yakni Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Utara, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) serta pengurus yang tergabung dalam PERS (Program Emas Rakyat Sejahtera).
(Ben)