Manado – Presiden Joko Widodo dan DPR RI tetap melanjutkan Pilkada 2020 meski dalam ancaman penularan Covid-19.
Menurut Ferry Daud Liando dari Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu, jika pemerintah memaksakan Pilkada tetap dilaksanakan Desember 2020 maka cara paling aman adalah membuat kembali Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Sebelumnya Presiden sudah mengeluarkan Perppu 2/2020. Tapi, isinya hanya sebatas memindahkan bulan pemilihan. Awalnya dijadwalkan September berubah menjadi Desember,” jelas Ferry Liando kepada wartawan Manadonews.co.id di Manado, Selasa (22/9/2020).
Ketentuan lain dalam Perppu itu, menurut Ferry Liando, adalah keadaan yang memungkinan sehingga Pilkada dapat ditunda.
“Dengan demikian untuk meminimalisir penularan Covid-19 maka pemeritah perlu menerbitkan Perppu baru yang berisi tata cara dalam pelaksaan tahapan aman Covid-19 dan sanksi bagi pasangan calon pelanggar protokol kesehatan,” tukas Ferry Liando.
Ferry Liando menguraikan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan pemungutan suara dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Padahal, untuk mencegah penumpukan pemilih di TPS, harusnya perlu inovasi untuk mengadakan kotak suara keliling yaitu petugas mendatangi rumah penduduk,” kata Ferry Liando,” jelas Liando.
Di undang-undang yang sama, lanjut Ferry Liando, disebutkan juga pelaksanaan kampanye dalam banyak bentuk yang melibatkan banyak orang.
Kegiatan kampanye untuk bentuk-bentuk tertentu bisa saja ditiadakan. Tapi, ketentuan itu harus diatur dalam level undang-undang yang sama yaitu Perppu.
“Soal sanksi, sepertinya perlu ada sanksi berat bagi pasangan calon. Harusnya calon yang melangggar bisa dibatalkan pencalonannya,” tandas Liando.
Namun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tambah Ferry Liando, hanya menyebutkan pembatalan pasangan calon apabila terbukti melakukan pelanggaran politik secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), seperti mengganti pejabat tanpa ijin Mendagri atau membuat kebijakan yang menguntungkan calon.
“Perlu Perppu untuk menambah satu perbuatan yang bisa membatalkan pencalonan pasangan calon, yaitu jika terbukti melangggar perotokol kesehatan,” ujar Liando.
Perppu juga, tegas Liando, harus mengakomodasi terkait kewenangan Bawaslu membatalkan pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
“Dalam UU 10/2016 kewenangan Bawaslu hanya sebatas penindakan pelanggaran Pilkada. Ketentuan baru hanya diatur dalam PKPU tidaklah menjamin. Sebab, jika aturan PKPU tidak sesuai UU 10/2016 berpotensi di JR ke MA. Jadi, solusinya harus Perppu,” pungkas Dosen Ilmu Politik Unsrat Manado ini. (YerryPalohoon)