‘Manado – Pilkada 2020 menjadi ujian terberat bagi demokrasi. Melaksanakan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 bukan pekerjaan mudah jika kualitas demokrasi menjadi target.
Menurut Ferry Daud Liando dari Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu, melarang kampanye dalam ruang berskala besar mengindikasikan bahwa kriteria berdemokrasi sangat dibatasi.
“Membatasi kehadiran maksimum 50 orang dalam kampanye sebagaimana ketentuan PKPU 13/2020 tentu tidak efektif bagi hak-hak publik dalam mengetahui visi, misi dan program pasangan calon,” jelas Ferry Liando pada Webinar Himaju Pemerintahan FISIP Unsrat, Kamis (1/10/2020).
Kampanye dalam bentuk daring atau virtual tidak mungkin menjangakau semua kalangan. Pembatasan ruang berdemokrasi harus diakukan karena ada semacam paksaan bahwa Pilkada harus tetap berjalan meski dalam ancaman penularan virus.
“Protokol demokrasi menjadi korban karena masyarakat dipaksa harus patuh pada protokol kesehatan,” tutur Ferry Liando.
Harapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menargetkan partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen pada Pilkada 2020 dikuatirkan tak akan terwujud. Sebab, bisa jadi akan banyak pemilih yang takut datang ke TPS karena kuatir tertular.
Target itu bisa saja terpenuhi sepanjang pemerintah dan KPU bekerja keras menyakinkan publik soal keselamatannya dalam memilih. Sebab, keselamatan dan kesehatan masyarakat adalah hukum tertinggi.
“Kita tidak perlu menunggu kapan Covid-19 berakhir baru bisa melaksanakan Pilkada. Namun, diperlukan waktu ideal bagi pelaksanan Pilkada. Artinya, Pilkada tetap berjalan namun kesehatan dan kualitas demokrasi pada pelaksanaan Pilkada tetap dijamin,” ujar pakar politik ini.
Pemerintah telah mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 akan digunakan di awal 2021. Jika vaksin sudah ada maka ada jaminan tidak tertular secara massif seperti sekarang.
“Waktu ideal melakukan Pilkada sebaiknya ketika masyatakat mulai beradaptasi dengan protokol kesehatan. Perlu dibangun kedisiplinan dan kesadaran,” terang Liando.
Korea Selatan, lanjut Liando, bisa melaksanakan Pemilu di tengah pandemi Covid-19 karena masyarakatnya tidak ‘kepala batu’.
“Pilkada yang ideal dilaksanakan apabila kondisi keuangan Indoensia sudah dalam keadaan stabil,” pungkas Ferry Liando.
(YerryPalohoon)