Jakarta – Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam berlimpah. Hasil buminya selalu tumbuh walaupun di tengah terpaan gejolak ekonomi. Seperti masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini berbagai sektor mulai menurun namun untuk sektor yang satu ini jumlahnya tetap bertambah.
Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, industri perkebunan di Indonesia adalah salah satu industri yang masih bisa bertahan di tengah pandemi, pertumbuhannya masih terus meningkat. Komoditi perkebunan yang paling utama dan hingga saat ini masih banyak dicari seperti kelapa sawit, karet, kelapa, kakao, kopi, tembakau, dan masih banyak lagi. Sampai dengan tahun Juli 2020, share komoditas paling tinggi yakni kelapa sawit sebesar 68,07% dan karet sebesar 12,31%.
Meskipun tetap bertumbuh, industri perkebunan di Indonesia tetap memiliki beragam isu strategis yang tentunya harus diperbaiki segera. Isu strategis yang pertama mengenai keberlanjutan Sumbar Daya Alam (SDM) dengan sejumlah permasalahan seperti pemanfaatann sumber energi alternative di Indonesia masih belum optimal, tutupan hutan turun di bawah 50% berdampak pada kelangkaan air, ketidakstabilan ekosistem alam mempengaruhi keberlanjutan hutan, air, dan keanekarahaman hayati.
“Isu yang kedua mengenai efektivitas tata kelola sumber daya ekonomi yang memiliki tantangan pada peningkatan aktivitas ekonomi mendorong kompetisi penggunaan lahan dan air, kendala pada kecukupan produksi dan pemenuhan konsumsi pangan dipengaruhi musim, dan kehandalan sarana prasarana produksi, integrasi tata ruang laut dan darat, Gap antara intensitas energi primer dan energi final, serta efisiensi penggunaan energi masih rendah,” jelas Suharso Monoarfa melalui pesan tertulis kepada wartawan, Minggu (4/10/2020).
Isu yang ketiga mengenai transformasi struktural berjalan lambat. Terdapat sejumlah isu yang menaungi seperti pertumbuhan nilai tambah industry masih rendah, sektor usaha didominasi usaha informal, produktivitas tenaga kerja rendah, tren kewirausahaan belum diiringi kapasitas yang memadai, ekspor rendah dan didominasi komoditas, serta kualitas investasi yang masih terbilang rendah.
Isu yang keempat mengenai revolusi industry 4.0 dan ekonomi digital. Yang harus dihadapi dari isu ini adalah adaptasi dan integrase teknologi informasi rendah, kesiapan regulasi dan infrastruktur, serta kesiapan sumber daya manusia yang belum dapat terpenuhi.
“Dari semua isu yang ada, usaha tani masih menemui beberapa permasalahan dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas untuk usaha perkebunan komoditas seperti kopi, kelapa, lada, karet, dan sawit sejumlah permasalahan yang perlu ditangani dengan benar,” tukas Monoarfa.
Permasalahan tersebut mengenai lahan, kebakaran hutan dan penataan ruang perkebunan perlu pembenahani karena jika lahan semakin berkurang maka usaha tani tidak dapat berkembang. Masih banyak usaha tani yang bermasalah dengan perizinan juga menjadi penghambat dalam berkembangnya usaha tani.
Masalah lainnya yang juga perlu diperbaiki meliputi distribusi benih dan penggunaan benih unggul yang masih terbatas, ketepatan jenis dan jumlah pupuk yang ramah lingkungan masih kurang, pengendalian Organisme pengganggu tanaman (OTP) yang ramah lingkungan, penanganan pasca panen dan pengolahan hasil, pasar tempat menjual hasil komoditas, dan kualitas SDM yang masih rendah.
“Sejumlah permasalahan yang ditemui dalam sektor perkebunan ini menjadi program prioritas pemerintah yang telah tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Optimalisasi indutrsi perkebunan masuk dalam Prioritas Nasional nomer 1 tentang Penguatan Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas,” pungkas Suharso Monoarfa.
(***/YerryPalohoon)