Berita TerbaruBerita Utama

Peran Kaum Klerus yang Dipasung ‘Komunikasi Untung Rugi’

×

Peran Kaum Klerus yang Dipasung ‘Komunikasi Untung Rugi’

Sebarkan artikel ini

Oleh: Andreas Hendriko Takaonselang

Ketika bersua dengan beberapa komunitas hal yang paling di tunggu-tunggu adalah akhir momentum yang bermuara pada implementasi.

MANTOSMANTOS

Akurasi sebuah pernyataan dalam komunikasi dapat ditemukan dalam ada tidaknya aksi nyata. Indikator lain yang menunjukan paham tidaknya penyajian satu komitmen akhir dalam ruang komunitas tersebut adalah nihil pencapaian.

Bagi sebagian orang, sebab akibat tanpa hasil akhir dikarenakan hilangnya keinginan untuk terlibat, yang sejatinya cukup mengerti arah yang dituju.

Sebagian lagi, lebih condong untuk mengikuti arus dan arah angin agar tetap terlihat stabil padahal perasaan was-was untung dan rugi sudah sangat larut dalam benak.

Di sisi lain, ada yang memilki semangat solidaritas yang tinggi untuk sampai pada level yang diidamkan tapi terhalang oleh deretan gerbong oposisi yang berkeinginan pencapaian itu harus macet di tengah jalan.

Ironis, unsur kesengajaan begitu terlihat kental. Rasa memiliki pada keimanan perlahan tergerus akibat deras pembangkangan. Merasa diri harus paling didengar karena tumpukan materi yang dijadikan upeti.

Baca Juga:  Bupati Sangihe Michael Thungari Buka Pelayanan dan Pengabdian Mahasiswa STT Missio Dei di Tamako

 

Perilaku monopoli kekuasaan yang tidak lagi dinikmati menyepelekan keluh jabang bayi dengan menonjolkan sikap acuh tak acuh, tidak lagi melibatkan diri dan memilih hidup untuk dirinya sendiri.

Peran Kaum Tertahbis.

Berangkat dari sejumlah pola pikir yang diurai bersamaan dengan polemik di tingkat paling bawah, literasi yang diramu bukan hanya sebagai pelengkap lemari koleksi yang bersebelahan dengan peninggalan barang-barang antik dan digembok menunggu waktu untuk jadwal perawatan. Dilihat sepintas, singkat dan tanpa pemaknaan, diabaikan dalam waktu yang lama, hingga memudar tanpa tetesan air.

Problematika yang dipecahkan dan kemudian dituangkan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, menguras pikiran, biaya yang banyak, hingga beban yang harus dipikul dalam mengawal pesan yang hendak disampaikan apakah terkirim berujung pada implementasi itu sendiri.

Kurang kepedulian untuk saling mendegarkan, berimbas pada dipasungnya peran kaum tertahbis. Ide, gagasan, pola pikir berakhir sebagai narasi cerita pendek. Bukan kemajuan yang didapat malah kemunduran diri sendiri, hidup terkekang, putus asa hingga kekecewaan yang diciptakan oleh dirinya sendiri.

Baca Juga:  Pengaspalan Jalan di Kalasuge Masuk Titik 400 Meter

Mendegarkan dengan Telinga Hati.

Adalah satu refleksi untuk meninjau kembali barangkali sikap abai, acuh tak acuh, mementingkan kepentingan duniawi sudah mulai mekar mewangi. Kita diminta untuk kembali melihat siapa diri kita yang sebenarnya. Kita diminta untuk berjalan bersama, serta berusaha untuk siap mendengarkan orang lain sebagai satu saudara.

Tadinya dengan pola pikir yang berbeda beranjak dengan satu pembaruan serta visi dan misi yang berpondasi pada kesetiaan dan keikhlasan tanpa mengharapkan imbalan, dengan begitu kita akan melihat terang dalam cahaya. Sebelum mendapat tempat untuk didengar jadilah pendegar yang baik melampaui telinga dan hati.

 

 

Yuk! baca berita menarik lainnya dari MANADO NEWS di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Banner Memanjang