Manado – Menunda pemilu bukan kewenangan sekelas lembaga pengadilan negeri. Pelaksanaan pemilu satu kali dalam setiap 5 tahun diatur dalam konstitusi.
Hal ini dikatakan dosen politik Unsrat Ferry Daud Liando menanggapi keputusan PN Jakarta Pusat agar KPU menunda Pemilu 2024 terkait gugatan Partai Prima.
“Mengubah itu harus dilakukan oleh MPR. Prosedurnya pun tidak mudah karena harus mendapatkan persetujuan lebih dari setengah anggota MPR dan harus melewati mekanisme di MK,” jelas Ferry Liando kepada wartawan di Manado, Kamis (2/3/2023).
“Selain UUD 1945, pengaturan pemilu juga diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu. Sehingga jika mengoreksi norma dalam undang-undang harus melewati mekanisme judicial review di Mahkamah Konstitusi,” tukas Liando.
Penjabaran dari Undang-undang Pemilu maka KPU telah menetapkan tahapan pemungutan suara pada 14 Febrruari 2024 berdasarkan PKPU. Untuk mengoreksi PKPU adalah kewenagan Mahkamah Agung.
“Jadi tidak ada kewenagan pengadilan negeri untuk menunda pemilu. Pemilu bisa saja ditunda, namun ada kriterianya yaitu karena bencana alam atau keadaan lain yg memungkinkan pemilu tidak bisa dilanjutkan. Tidak ada kriteria pemilu ditunda karena putusan pengadilan,” pungkas Ferry Liando.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Partai Prima juga menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotannya dinyatakan TMS di 22 provinsi.
Akibat dari kesalahan dan ketidaktelitian KPU, Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia. Karena itu, Partai Prima pun meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” demikian bunyi putusan tersebut.
Berikut putusan lengkapnya:
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah)
(***/JerryPalohoon)