Manado – Pemerintah Kota Manado melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) mengadakan rapat koordinasi yang menghadirkan para orang tua dari anak pekerja yang menggunakan kostum badut, serta para pemilik kostum bertempat di Kantor Walikota, Senin (15/1/2024).
Hal ini berkaitan para pekerja yang berperan sebagai badut tengah menjadi sorotan. Pasalnya, para pekerja yang menawarkan jasa hiburan kepada masyarakat itu kebanyakan dari mereka masih di bawah umur.
Kepala Dinas P3A Kota Manado, Dra. Meiva Lenda Pelealu, menyampaikan dari hasil rapat koordinasi tersebut disimpulkan, berdasarkan UU Ketenagakerjaan diberikan kesempatan maksimal 3 jam.
“Jadi para orang tua sepakat mulai dari jam 4 sore sampai 7,” ujar Kadis P3A.
Selain itu ia menambahkan, ada pernyataan dari para orang tua bertanggung jawab penuh dengan pendidikan anak.
Dikatakannya pula, Pemerintah Kota Manado akan memfasilitasi untuk anak yang putus sekolah agar bisa melanjutkan pendidikan.
“Kita akan pastikan bahwa mereka semua harus sekolah, wajib hukumnya mereka untuk sekolah karena itu arahan dari pimpinan,” ucapnya.
Pada kesempatan itu, DP3A juga melakukan asesmen untuk mendata para pekerja anak di bawah umur.
“Jadi mereka yang hadir hari ini dan sudah mengikuti asesmen akan diberikan id card,” tambahnya.
Melalui pertemuan tersebut, ia juga berharap akan dibentuknya asosiasi para badut. Sehingga melalui asosiasi ini, Pemerintah bisa mempromosikan para badut untuk mencari penghasilan tambahan.
“Jadi mereka tidak harus mencari uang di jalan- jalan yang tentunya akan membahayakan keselamatan mereka,” tambahnya lagi.
Hadir dalam pertemuan tersebut Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra Julises Oehlers, jajaran pemerintahan kecamatan, kelurahan dan ketua-ketua lingkungan, serta Forum Anak Daerah.
Narasumber dalam pertemuan tersebut menghadirkan Kasat PolPP Manado Yohanis Waworuntu, Kepala Disnaker Manado Paul Sualang dan Kepala Dinas P3A Dra. Lenda Pelealu.
Dikutip dari Kompas.Com, sanksi pidana mempekerjakan anak di bawah umur pada dasarnya, anak di bawah umur dilarang untuk dipekerjakan.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang atau UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan undang-undang, batas usia minimal tenaga kerja di Indonesia adalah 18 tahun.
Pengusaha atau perusahaan yang masih mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun dapat dikenakan sanksi pidana.
Sanksi pidana tercantum dalam pasal 185 ayat 1 dan pasal 187 ayat 1 UU ketenagakerjaan yaitu pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun atau denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta.
Pengecualian terhadap pekerja anak pekerja ringan.
Pekerja ringan adalah anak yang berusia 13 – 15 tahun diperbolehkan melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosialnya.
Hal ini diatur dalam pasal 69 ayat 2 UU ketenagakerjaan.
Pengusaha diharuskan memenuhi syarat dalam mempekerjakan anak di usia 13 – 15 tahun.
Berikut syarat yang harus dipenuhi:
Izin tertulis dari orang tua atau wali. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali. Waktu kerja maksimal tiga jam.
Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah. Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Adanya hubungan kerja yang jelas. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan kurikulum pendidikan pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan kurikulum pendidikan ditujukan untuk anak minimal 14 tahun.
Mereka dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(***/Redaksi)