BudayaDaerahNusa UtaraSangiheSulawesi Utara

“Mẹbawatạ” Tradisi Melepaskan Sumpah dan Kutukan Penduduk Sangihe Mula-Mula

×

“Mẹbawatạ” Tradisi Melepaskan Sumpah dan Kutukan Penduduk Sangihe Mula-Mula

Sebarkan artikel ini
Foto ilustrasi ritual

Tahuna, MANADONEWS.CO.ID – Mebawata, salimbang piạ bata e, sebuah ritual yang di lakukan di kuil para dewa (dalam sebuah rumah yang tertutup) di mana seseorang atau orang lain di lepaskan dari sumpah yang di buat sendiri dan kutukan yang di lakukan oleh orang lain.

Tradisi ini biasanya di pimpin oleh seorang tahapẹbikawera (bikawera, = buka- wera; mëbikawera; seseorang yang di anggap memiliki kemampuan melepaskan sumpah dan kutukan), atas permintaan keluarga yang ingin melepaskan pantangan atau sumpah (misalnya seseorang yang telah bersumpah tidak akan makan nasi lagi) untuk membebaskannya dari sumpah tersebut, sesudah membacakan rumus-rumus mantra yang di perlukan, orang yang bersangkutan kemudian di olesi nasi pada mulutnya oleh tahapẹbikawera dan selanjutnya boleh makan nasi tanpa rasa takut.

MANTOS MANTOS

“Tahapebikawera juga di mintai bantuan bila ada seseorang yang sakit, maka dia akan di periksa apakah mungkin dia salah bicara, bersikap tidak hormat, tidak patuh, atau pernah menyakiti orang lain,” tulis Ferdinand Kirimang.

Baca Juga:  Dandim Manado Tinjau Sejumlah Lokasi Terendam Banjir

Lanjut dia, jika orang yang sakit tersebut di temukan telah melakukan kesalahan barulah di jalankan ritual sebagai formalitas, permintaan maaf kepada orang yang di sakiti.

Mebawata
Ferdinand Kirimang

“Dan setelah prosesi di kuil para dewa (dalam sebuah rumah yang tertutup) selesai maka di lanjutkan dengan prosesi “mamopasë”, semacam persembahan untuk menebus kejahatan (melempar emas dan barang berharga lainnya ke laut, untuk pengganti menenggelamkan pihak yang bersalah) dan secara umum melakukan apa pun yang dapat meredakan kutukan,” urai Ferdinand.

Jika yang sakit karena sumpah sendiri atau ada hal-hal yang lain maka pebikawera akan memeriksa pada garis-garis tangan (palede tumpa, ihạ u paledẹ mahetu terputus oleh kulit yang rapuh (takik) dsb), untuk mencegah akibat-akibat yang di takutkan.

Baca Juga:  Naik Pangkat, Kaajendam XIII/Merdeka Ingatkan Peningkatan Kinerja Anggota

Dan apabila di temui kesalahan pada diri orang yang sakit maka pebikawera akan melaksanakan prosesi pengobatan dengan cara tahapëbikawera akan memukul-mukul tatupi (segumpal ijuk atau tali hote yang berfungsi sebagai saringan pada saat membuat sagu) sambil merapalkan doa, hal ini bertujuan untuk melepaskan diri dari sumpah serta mengakhiri pantangan yang di paksakan sendiri oleh seorang, yang berfungsi untuk menangkal pertanda buruk dari garis-garis tangan “palede mateti”.

Sumber:

-Sangireesche Spraaakkunst door N. Adriani Uitgegeven door ‘t Nederlandsch Bijbelgenootschap .1893.

-Het Animisme in den Indischen Archipel door Dr. C. Kruijt Zendeling-leeraar van het Nederlandsche Zendelinggenootschap. 1906. 

– From Pagan to Christian door Dr. C. Kruijt. 1927. 

– Sangirees-Nederlands Woordenboek met Nederlands- Sangirees register door K.G.F. steller, W.E Aebersold. 1939

Yuk! baca berita menarik lainnya dari MANADO NEWS di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru

MANADO,MANADONEWS.CO.ID- Dalam rangka meningkatkan ketangkasan dan keterampilan prajurit, Kompi Kaveleri (Kikav) 10/Manguni Setia Cakti mengikuti lomba ketangkasan merayap, Selasa (29/4/2025). Kegiatan yang dipusatkan di lapangan Makodam XIII/Merdeka ini dipimpin langsung…