Manadonews.co.id – Apa yang membuat para purnawirawan merasa prihatin khususnya Jenderal (Purn) Try Sutrisno yang sangat dihargai karena selalu menjaga diri di tempat yang netral, menempatkan diri sebagai negarawan dan tokoh bangsa sehingga banyak orang percaya pada beliau.
Demikian penjelasan Ahli Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam diskusi di channel Abraham Samad Speak Up, yang disiarkan, Selasa (6/5/2025).
“Kalau faktor riilnya memang belum bisa dipahami, tetapi dari berbagai pertimbangan bisa dijelaskan misalnya belum patutnya wapres, memperlihat level sebagai wapres, kapasitasnya.
Belum lagi harus diakui wapres (proses) semacam skandal peradilan yang luar biasa karena melibatkan pamannya untuk membuat syarat sebagai calon wakil presiden terpenuhi,” jelas Feri Amsari.
Kontroversial itu, lanjut dia, sebenarnya sudah cukup bagi para politisi mengajukan pendapat pemberhentian wakil presiden.
Kalau di lihat sebagai aspirasi, usulan para senior di TNI hal yang wajar sebagai aspirasi, meskipun belum sesuai dengan undang-undang dasar.
“Menurut ketentuan, pemberhentian presiden dan atau wakil presiden, bisa kedua-duanya, bisa salah satunya, itu kan melalui pendapat DPR.
Saya lebih cenderung para senior TNI ini mengajukan aspirasi tidak hanya kepada presiden tetapi juga kepada DPR. Toh, berdasarkan pasal 79, 210 UU MD3, MPR, DPR dan DPD, hanya dibutuhkan 25 orang anggota DPR menandatangani usul pendapat DPR bahwa presiden dan atau wakil presiden telah melanggar,” tukas Feri.
Menurutnya, terdapat dua pilihan proses di DPR yakni para purnawirawan mendatangi DPR atau DPR memanggil para purnawirawan untuk mendengarkan langsung.
“Misalnya, dari pertemuan itu bisa saja DPR setuju dengan aspirasi tersebut. Seingat saya, skandal di MK yang terbuka melalui putusan MKMK yang menyatakan ada orang yang ‘bermain’ di perkara ini tiba-tiba putusan MK berubah, belum pernah di follow-up oleh DPR,” tutur Feri.
Lanjut Feri, terbuka kemungkinan penyampaian aspirasi para purnawirawan, anggota DPR teringat lagi dan bukan tidak mungkin disetujui oleh DPR, sepanjang dua hal, satu melanggar hukum menurut pasal 7a dan 7b undang-undang dasar.
Melanggar hukum terdiri lima kondisi, yakni penghianatan terhadap negara, suap, korupsi, tindak pidana berat lainnya, dan perbuatan tercelah, atau tidak terpenuhi syarat menjadi calon presiden atau wakil presiden, sebagai mana diatur dalam pasal 169 undang-undang pemilu, salah satunya soal usia yang mensyaratkan usia 40, sementara putusan MK yang ada skandalnya (turun 35).
“Kita ketahui, di hari libur itu ketika pendaftaran kembali permohonan untuk Gibran dilakukan di hari libur. Ketua MK saat itu hadir di kantor, mestinya melalui penyelidikan,” kata Feri.
Tambah Feri, selama ini DPR tidak pernah menindaklanjuti usulan pemakzulan, meskipun syarat pemakzulan sangat mudah.
“Padahal, syaratnya gampang sekali, untuk memulai hanya 25 orang dengan syarat minimal ada satu orang dari fraksi yang berbeda, kalau anggota DPR punya niat membongkar skandal politik besar yang merusak peradilan, merusak ekosistem pemilu, harusnya ada proses itu,” tandas Feri Amsari.
Diketahui, usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden menyeruak menyusul pernyataan sikap ratusan purnawirawan TNI.
Seruan para purnawirawan TNI yang disampaikan di Kelapa Gading pada 17 April 2025 lalu masih terus diperbincangkan hingga hari ini. Mereka menyerukan delapan poin tuntutan, termasuk di dalamnya meminta agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka segera diganti.
Dokumen tertulis itu diteken oleh lima purnawirawan jenderal TNI yaitu Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Slamet Soebijanto, Hanafi Asnan, dan Try Sutrisno.
Publik terkejut ketika mantan Wakil Presiden Try Sutrisno juga ikut meneken pernyataan tertulis itu. Total ada 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal dan 91 kolonel yang juga ikut memberikan dukungan terhadap seruan tersebut.
(Jerry)