Tahuna, MANADONEWS.CO.ID – Panggung seni Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) 2025 Kabupaten Kepulauan Sangihe menjadi saksi gemilangnya generasi muda yang mencintai budaya. Salah satu penampilan paling mencuri perhatian datang dari tim ansambel musik SMP Negeri 3 Manganitu Selatan yang berhasil meraih Juara Pertama dari enam peserta se-Kabupaten Sangihe.
Keberhasilan ini tak lepas dari penampilan apik Sebastian Alferdo Mananohas, yang memainkan suling bambu tiup dengan penuh penghayatan.
Sebastian bukan sekadar siswa berbakat ia adalah cucu dari alm. Jetro Pasti Mananohas, maestro musik bambu legendaris di Kepulauan Sangihe. Bersama dua rekannya, Theofilus Christam Tamedía dan Fredrik Kevin Sunual, mereka membawakan harmoni yang menyatu antara musik modern dan sentuhan tradisional khas daerah.
Menanggapi prestasi ini, ayah Sebastian, Franklin Mananohas, mengungkapkan rasa bangganya. “Sebagai orang tua, saya sangat terharu melihat Sebastian tampil memainkan suling bambu. Ia tidak hanya membawa nama sekolah, tapi juga meneruskan jejak kakeknya yang dikenal sebagai maestro musik bambu di Sangihe. Ini momen yang sangat membanggakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Franklin menilai bahwa kemenangan ini memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar trofi.
“Kemenangan ini bukan semata soal juara, tapi bagaimana anak-anak bisa mencintai budaya dan membawa nilai tradisi dalam setiap penampilan. Saya percaya, almarhum ayah saya akan bangga melihat cucunya tampil begitu baik di panggung seni,” tambahnya.
Tak lupa, ia juga menyampaikan apresiasi kepada para guru dan pelatih.
“Saya berterima kasih kepada para guru dan pelatih yang sudah membimbing anak-anak dengan sabar. Lewat suling bambu, Sebastian belajar tentang disiplin, kerja sama dan rasa bangga terhadap budaya sendiri,” tutup Franklin dengan mata berbinar.
Sebagai informasi, Porseni 2025 yang digelar sejak 3 hingga 8 Mei di Kota Tahuna ini melibatkan 3.442 pelajar dari tingkat TK, SD, hingga SMP. Di bidang seni, terdapat 12 kategori lomba termasuk tari, mendongeng, menyanyi solo, menulis cerita, hingga ansambel musik. Ajang ini menjadi panggung penting bagi generasi muda Sangihe untuk menyalurkan bakat dan mencintai budaya daerah.
(Riko)