Manadonews.co.id – Hendry Allan Koloay (48) alias HK, tahanan Polda Sulut yang meninggal dunia di RSUP Kandou Manado, viral dan jadi trending topik.
Pasalnya, sebelum meninggal dunia, pihak keluarga telah mengajukan permohonan penangguhan tahanan tersangka HK karena dalam kondisi sakit.
HK meninggal dunia Rabu (14/5/2025) malam.
Dikutip dari Wartajatim.com, duka keluarga tersangka kasus pemalsuan surat tanah berubah menjadi amarah dan penyesalan mendalam terhadap pihak kepolisian yang dinilai lamban menangani kondisi kesehatan HK saat berada dalam tahanan.
“Kami sudah minta penangguhan penahanan dari awal karena dia sakit, tapi polisi (penyidik) Polda Sulut baru mengabulkan setelah dia (HK) sekarat. Ini keterlambatan yang fatal,” ujar sang ayah, Julien Lintje Johannes (73), dengan mata berkaca-kaca di rumah duka.
Menurut keluarga, HK sudah mengeluhkan sakit sejak lama. Namun suara mereka tak digubris. Permohonan penangguhan penahanan seperti dibekukan di meja birokrasi, baru bergerak ketika HK tak lagi mampu bertahan.
Pihak Polda Sulut dalam konferensi pers akhirnya angkat bicara, seolah ingin meredam derasnya kritik.
Dalam pernyataan kepada media, Sabtu, (17/5/2025), Kabid Humas Polda Sulut, AKBP Alamsyah Parulian Hasibuan, menyebut semua prosedur telah dijalankan sesuai aturan.
Setelah berkas dinyatakan lengkap, tersangka tidak kooperatif sehingga dilakukan penahanan. Tak ada kekerasan atau pelanggaran prosedur selama penahanan,” tegasnya.
Namun pernyataan itu tak mampu meredakan amarah keluarga. Mereka menuntut kejelasan: bagaimana kondisi medis HK selama dalam tahanan?
Apa tindakan medis yang dilakukan polisi sebelum akhirnya HK dilarikan ke rumah sakit?
Kematian HK menyisakan tanya dan luka. Bagi keluarga, ini bukan hanya soal kehilangan ini soal keadilan yang dirampas oleh kelambanan. Mereka bertekad untuk terus menuntut transparansi dan pertanggungjawaban atas nyawa yang melayang dalam kurungan negara (tahanan Polda Sulut).
Klaim Keluarga: Dugaan Pengabaian Anjuran Medis dan Kritisnya Kondisi Korban
Di sisi lain, keluarga Allan Koloay (HK) menuding penyidik mengabaikan kondisi kesehatannya. Menurut mereka, Allan sudah sakit saat ditahan pada 25 Maret 2024 (catatan: ada ketidaksesuaian tahun antara versi keluarga dan polisi).
Dokter keluarga, dr. Reinhard Rompis, M.Kes, diklaim telah memperingatkan penyidik agar Allan dirawat di rumah sakit, bukan ditahan.
Keluarga menyatakan kaki HK mulai menghitam pada 9 April 2024, tetapi penanganan medis baru dilakukan saat kondisinya kritis.
“Dia tiba di RSUP Kandou dalam keadaan parah. Kami menduga tempat meninggalnya tidak sesuai informasi awal polisi,” ujar pernyataan keluarga.
Mereka juga mengkritik lambatnya respons penyidik terhadap surat permohonan penanganan medis.
“Ini bukan kelalaian, tapi pelanggaran HAM. Penyidik tidak punya nurani,” protes salah satu anggota keluarga, yang telah melayangkan surat ke Kementerian Hukum, Wakil Presiden, hingga Presiden RI Prabowo Subianto.
Mereka menuntut transparansi dan audit proses penahanan.
Respons Polda dan Langkah Hukum Selanjutnya:
Polda Sulut membantah semua tuduhan pelanggaran. “Komunikasi dengan keluarga dan kuasa hukum berjalan baik. Kami turut berdukacita dan menghormati proses hukum,” jawab Hasibuan.
Ia menegaskan berkas perkara tetap dinyatakan lengkap (P21) meski sempat dikembalikan Kejati Sulut untuk administrasi.
Keluarga mendesak Komnas HAM dan Kompolnas turun tangan menyelidiki kasus ini. Sementara itu, pihak RSUP Kandou belum memberikan keterangan resmi terkait penyebab kematian dan kronologi medis HK.
Kasus ini menyisakan pertanyaan besar: apakah prosedur penahanan dan penanganan medis HK sudah memenuhi standar HAM?
Narasi Polda Sulut menekankan kepatuhan pada aturan, sementara keluarga menyoroti urgensi perlindungan kesehatan tersangka HK.
Kedua belah pihak sepakat meminta keadilan, tetapi jalan yang ditempuh masih berjarak.
“Kami tidak ingin ada korban berikutnya seperti HK. Hukum harus manusiawi,” seru keluarga.
Di sisi lain, Hasibuan menegaskan, “Proses hukum tetap berjalan objektif. Kami terbuka untuk pemeriksaan lebih lanjut.”
(***/Jrp)