Bitung, Manadonews.co.id – Fakta menarik terkait penindakan tegas terhadap pelanggaran kasus netralitas ASN baru-baru ini terjadi di Bacukiki, Sulawesi Selatan (Sulsel), Camat Bacukiki, Saharuddin, didemosi gegara melanggar netralitas ASN saat Pilkada 2024.
Saharuddin pun dimutasi dan kini dilantik menjadi Kabid Koperasi dan UMKM di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Parepare (dikutip dari detiksulsel). Artinya, jabatan Saharuddin turun.
Tindakan tegas tersebut memperlihatkan keseriusan pemerintah kota Parepare dalam menegakkan disiplin terhadap ASN yang melanggar Undang-Undang ASN khususnya dugaan kasus netralitas.
Anehnya, hal tersebut justru berbanding terbalik dengan yang terjadi di Kota Bitung, Sulawesi Utara.
Puluhan ASN yang tersandung kasus netralitas dalam Pilkada November 2024 lalu yang sudah menjalani sebuah proses pemeriksaan dan penjatuhan hukuman disiplin (hukdis) justru dimentahkan oleh SK Walikota Bitung dengan membatalkan hukuman yang berbeda dengan hak mengajukan keberatan.
Parahnya lagi, salah satu ASN yang terlibat dalam kasus tersebut justru dilantik menjadi Kepala BKPSDM Kota Bitung, diduga dasar pelantikan tersebut merupakan bagian dari mengadu antara rekom lama dan SK pembatalan hukuman disiplin karena sudah dibatalkan hukuman disiplin maka pelantikan pun dilakukan.
Pembatalan sanksi tersebut diduga cacat hukum, sebab sesuai informasi jika pembatalan tidak melalui kajian hukum sebagai bagian dari keseimbangan penegakan disiplin dan keadilan individual dan jika dilakukan pembatalan harus melalui kajian yang komprehensif terhadap pembatalan tersebut.
Aktivis Robby supit menilai Walikota Bitung, Hengky Honandar, harus belajar dari Walikota Parepare yang menunjukkan teladan dengan ‘menghukum tegas’ Camat Bacukiki, Saharuddin, yang terbukti melanggar netralitas ASN. Ia didemosi ke jabatan yang lebih rendah, sinyal jelas bahwa hukum tidak boleh tawar-menawar dengan pelanggaran.
Tapi di Kota Bitung ASN yang tersandung kasus netralitas Pilkada 2024 justru dibebaskan dari sanksi lewat SK Walikota yang cacat hukum. Bahkan, salah satu pelanggar malah dilantik jadi Kepala BKPSDM, institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan penegakan disiplin ASN.
“Apa dasar hukum pembatalan hukuman disiplin? Jika tidak melalui kajian komprehensif, ini bukan kebijakan tapi pengkhianatan terhadap prinsip keadilan. Mengapa jabatan publik dijadikan alat balas jasa?”
“Mengangkat pelanggar netralitas ke posisi strategis, Anda mengirim pesan bahwa pelanggaran akan dihargai asal loyal ke penguasa. Dimana konsistensi penegakan aturan? Walikota Parepare berani turunkan jabatan, Bitung malah naikkan pelanggar,” tegas Robby Supit kepada wartawan di Bitung, Selasa (10/6/2025).
Aktivis yang getol menyoroti kasus netralitas ini menyarankan Walikota Hengky Honandar menjaga integritas birokrasi dan tidak menjadikan ASN sebagai ‘prajurit bayaran’.
“Saran saya untuk Walikota Bitung, jangan kotori jabatan publik dengan transaksi politik. Fungsi Anda sebagai walikota adalah menjaga integritas birokrasi, bukan menjadikan ASN sebagai ‘tentara bayaran’ untuk suksesi Pilwako.”
“Cabut SK pembatalan hukuman yang cacat hukum. Jika tidak, Anda membuktikan bahwa Bitung adalah kota aturan dikalahkan oleh kepentingan kekuasaan. Belajarlah dari Parepare, pemerintah yang berdaulat harus berani menghukum siapapun tanpa pandang bulu,” tutur Robby Supit.
Ia mengingatkan agar hukum dan aturan ditegakkan termasuk Undang-Undang ASN di lingkungan Pemkot Bitung sehingga tidak ada ruang bagi ASN untuk masuk dalam politik praktis.
“Bitung butuh pemimpin yang tak takut tegakkan hukum, bukan penguasa yang malah membangun istana dari pelanggaran,” pungkas Robby Supit. (VM)