Manadonews.co.id – Suasana panas mewarnai rapat pembahasan Perubahan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Provinsi Sulut 2025 antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Sulut yang digelar di ruang rapat paripurna, Rabu (23/7/2025), ketika aspirasi masyarakat hasil reses anggota dewan sama sekali belum tercantum dalam dokumen APBD Perubahan (APBD-P) 2025.
Padahal, sejumlah usulan tersebut sudah disampaikan langsung kepada Gubernur Yulius Selvanus dan Wakil Gubernur Victor Mailangkay dalam rapat sebelumnya. Aspirasi sudah diinput lewat SIPD, disampaikan ke pimpinan daerah, tapi kenyataannya tak satupun diakomodir. Ha ini jadi keberatan anggota Banggar.
Ironisnya, salah satu usulan yang sempat mendapat perhatian besar dari masyarakat yaitu dukungan anggaran untuk atlet juga ikut dicoret. TAPD beralasan bahwa kesalahan berasal dari operator yang lalai menginput data. Anggota Banggar merasa kecewa, mereka menilai perjuangan dalam reses menjadi sia-sia bila tidak berdampak pada kebijakan anggaran.
“Ini bukan untuk kepentingan pribadi, ini program masyarakat. Kami hanya memperjuangkan suara rakyat,” tegas salah satu anggota Banggar.
Kekecewaan kian memuncak saat dalam rapat, terungkap bahwa banyak SKPD justru belum maksimal menyerap anggaran. Legislator Henry Walukow dan Jeane Lalujan mengkritik serapan anggaran sejumlah dinas yang bahkan masih di bawah 50 persen.
Situasi memanas itu akhirnya membuat Ketua DPRD Sulut, dr. Fransiscus Andi Silangen, SpB-KBD, mengambil sikap tegas. Ia men-skors rapat dan memerintahkan TAPD untuk menghadirkan langsung SKPD dengan realisasi anggaran yang rendah.
“Kita perlu tahu kenapa serapan anggaran rendah, dan kenapa aspirasi masyarakat bisa hilang dari APBD-P. Ini tidak bisa dibiarkan,” terang Silangen. Rapat dijadwalkan akan dilanjutkan setelah seluruh SKPD terkait hadir untuk memberikan klarifikasi.
Anggota DPRD Dapil Nusa Utara, Normans Luntungan, secara tegas meminta agar biaya operasional dari Bank Sulut-Gorontalo (BSG) dievaluasi.
Ia menilai besarnya biaya tersebut tidak wajar dan perlu menjadi perhatian serius dari Pemprov Sulut. “Kenapa harus dievaluasi? Supaya terjadi kewajaran yang sewajar-wajarnya,” tegas Normans.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulut, Clay Dondokambey, menyampaikan laporan realisasi anggaran di hadapan pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Sulut.
“Hingga 18 Juli 2025, dari pagu pendapatan sebesar Rp3,7 triliun, baru terealisasi Rp1,49 triliun atau sekitar 40%. Sedangkan untuk belanja daerah, dari total pagu Rp3,58 triliun, baru terealisasi Rp1,2 triliun atau sekitar 34%,” jelas Dondokambey.
Ia juga merinci lima perangkat daerah dengan tingkat penyerapan anggaran tertinggi yakni Dispora 62%, Dinas Perhubungan 54%, Dinas Kehutanan 53%, Badan Penghubung 52% dan Badan Perbatasan 51%.
Namun demikian, ia juga menyoroti 15 perangkat daerah yang serapannya masih di bawah rata-rata (42%), di antaranya Dinas Perkimtan 8%, BKAD 22%, Kesbangpol 24%, PUPRD 28% dan Dinas Tenaga Kerja 31% dan Dinas Pangan 32%. Selain itu juga, ada Dikda 33%, Disperindag 35%, Dinas Kominfo dan Dinas Sosial masing-masing 36%, Dinas Kesehatan 37%, Dinas Kebudayaan 39%, BPBD dan BKD masing-masing 40% dan Bapenda 42%.
“Ini mungkin bisa menjadi gambaran awal posisi realisasi anggaran sampai dengan 18 Juli 2025,” tutur Dondokambey.
Mendengar penjelasan dari Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKD) Provinsi Sulut, anggota DPRD Jeane Laluyan langsung angkat bicara. “Sejujurnya saya kaget ketika mendengar bahwa serapan anggaran masih di bawah 50%. Ini menunjukkan adanya persoalan serius, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan anggaran,” tutur legislator dari Dapil Kota Manado tersebut.
Jeane juga menyoroti beberapa dinas yang memiliki serapan anggaran rendah. “Saya dengar sekilas, Dispora masih di angka 50-60 persen, dan PUPR bahkan baru sekitar 20 persen. Pantas saja masih banyak keluhan masyarakat soal jalan berlubang,” tegasnya.
Ia meminta penjelasan konkret mengenai kendala yang menyebabkan rendahnya serapan anggaran ini. “Karena kami di DPRD akan ditanya masyarakat, apa yang kami bahas selama ini dan mana realisasinya. Maka kami butuh jawaban yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan ke publik, agar semua transparan,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Provinsi Sulut, Thalis Gallang, turut memberikan penjelasan. Ia menyebut bahwa dalam APBD 2025 terdapat Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk Specific Grant yang cukup besar, yaitu sebesar Rp104 miliar. Dana ini dialokasikan untuk membiayai gaji P3K, namun hingga kini masih tercatat 0% karena penyalurannya baru dimulai pada 1 Juli 2025.
“Penyaluran akan mulai berjalan sejak 1 Juli 2025. Kami optimis, kalau pembayarannya lancar tiap bulan, hal ini akan berdampak positif terhadap kinerja anggaran kita,” tukasnya.
Selain itu, Thalis menjelaskan bahwa beberapa kegiatan yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) juga mengalami keterlambatan, karena petunjuk teknis (Juknis) dari pusat baru diterima belakangan. Proses pengadaan barang dan jasa pun masih dalam tahap di BPJ, sehingga belum ada penetapan penyedia atau pihak ketiga.
“Dampaknya, SKPD teknis belum bisa mencairkan anggaran karena belum ada penetapan pelaksana. Kami optimis semua ini akan terealisasi, apalagi biasanya pengadaan barang dan jasa memang lebih banyak terjadi di triwulan ketiga dan keempat,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa proses pengawasan terus dilakukan, mengingat jika keterlambatan berlanjut hingga batas akhir input ke sistem Omspan (Online Monitoring System Perbendaharaan dan Anggaran Negara), maka DAK bisa tidak disalurkan. Jika hal itu terjadi, daerah harus menanggungnya sendiri lewat DAU atau PAD.
“Oleh karena itu, kami terus mengawal SKPD yang menerima alokasi dana agar tidak terjadi keterlambatan dan anggaran bisa terserap sesuai target,” pungkas Thalis Gallang. (Advertorial/Jrp)