Oleh: Taufik M Tumbelaka
Pengamat Politik dan Pemerintahan Sulut
Tak terasa telah 6 (enam) bulan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dipimpin duet Gubernur Yulius Selvanus (Yulius) dan Wakil Gubernur J Victor Mailangkay (Victor).
Duet yang dikenal sebagai hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulut 2024 ini, dapat dikatakan menghadapi sejumlah tantangan yang tidak mudah.
Diketahui ,Gubernur Yulius Selvanus berlatar-belakang militer yang kemudian terjun ke dunia politik, akhirnya dipercayakan sebagai Ketua DPD Partai Gerindra Sulut.
Sementara, Wakil Gubernur Victor Mailangkay dikenal sebagai sosok yang memilih jalur politik dan telah ‘berkecimpung’ selama lebih dari 3 dekade, pada akhirnya dipercayakan sebagai Ketua DPW Partai Nasdem Sulut.
Koalisi dua Partai Politik (Parpol) ini tidak berdiri sendiri, saat Pilkada juga didukung beberapa Parpol, salah satunya Partai Golkar.
Tanggung jawab duet pasangan Yulius-Victor tentunya tidak mudah, dikarenakan saat ini menghadapi situasi dan kondisi politik selama satu dekade dipimpin duet politisi PDI Perjuangan (PDIP) yang mendominasi kuat.
Di antara tantangan terberat yang harus dihadapi oleh duet Yulius-Victor adalah membentuk ‘kabinet’ dalam upaya mewujudkan rencana kerja membangun Sulut ke depan, ini tidak mudah. Salah satunya dikarenakan Yulius-Victor akan kesulitan menata kabinet yang saat ini diisi sejumlah Pelaksana Tugas atau Plt.
Di sisi lain, penentuan sejumlah pejabat yang akan mengisi kabinet jika tidak tepat maka berpotensi menyebabkan kinerja roda pemerintahan tidak sesuai harapan, terlebih di masa sekarang yang penuh tantangan.
Secara logika pemerintahan tentunya tidak semua Plt Kepala Dinas, Kepala Badan dan lainnya tidak otomatis menjadi pejabat definitif. Penentuan ini perlu kehati-hatian.
Ada sejumlah OPD yang memang sebaiknya diisi oleh pejabat definif dikarenakan telah cukup lama mengalami kekosongan diisi birokrat Plt.
– Sekretaris DPRD Sulut (Sekwan) yang saat ini diisi oleh Plt Sekwan selain dianggap posisi strategis, juga berat.
Ada anggapan jabatan Sekwan adalah jabatan neraka, karena harus menghadapi 45 wakil rakyat yang notabene politisi.
– Dinas Sosial (Dinsos). Selama ini OPD tersebut diisi sosok birokrat matang. Dinsos menjadi OPD menarik dikarenakan anggapan OPD yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
– Dinas Likungan Hidup (DLH). OPD ini dalam rentang waktu ke belakang jadi semakin strategis dikarenakan semakin kuatnya semangat Green Economy, wawasan lingkungan menjadi penting. Saat ini DLH dipimpin oleh seorang Plt dari jajaran birokrat senior eselon 3.
– Dinas Perkebunan. Merupakan OPD yang strategis dikarenakan ke depan tantangan tugas, pokok dan fungsi (Tupoksi) semakin berat di tengah pergeseran pilihan sosial ekonomi, sektor perkebunan harus menghadapi sejumlah tantangan berat. Saat ini Plt Kepala Dinas dipercayakan kepada sosok birokrat senior yang telah pernah berkali-kali memegang jabatan strategis eselon 3.
– Dinas Kesehatan (Dinkes). OPD ini mungkin bisa dikatakan paling sulit dicarikan sosok birokrat yang dianggap mumpuni. Dinkes selama sekitar 4 hingga 5 tahun terakhir dapat dikatakan menurun kinerja. Padahal, di masa lalu OPD ini pernah dipimpin oleh seorang birokrat handal Sulut yang kemudian menjadi pejabat eselon I/a Kementerian Kesehatan (Dirjen), Maxi Rondonuwu.
Dinkes semakin disorot karena dianggap lemah dalam penanganan stunting yang merupakan program strategis nasional. OPD ini juga seakan minim ‘kader’ birokrat yang mumpuni, sehingga ada cetusan usulan, untuk mengambil birokrat dari luar Dinkes Sulut.
Di masa lalu ada birokrat Dinkes yang dianggap layak memimpin Dinkes Sulut, namun nama ini telah ditarik ke Pemkot Manado, saat ini menjabat Sekretaris Kota (Sekkot).
– Biro Hukum Setda. Seakan kesulitan mendapatkan sosok Kepala Biro yang dianggap ideal. Ini telah terjadi bertahun-tahun dan menjadi tantangan tidak mudah. Saat ini Biro Hukum masih dipegang sosok birokrat senior eselon II/b yang dianggap telah layak mendapatkan posisi eselon II/a.
Selain 6 OPD di atas, masih ada OPD lain seperti Badan Kepegawaian Daerah (BKD), BPSDM, dan lainnya yang perlu mendapatkan penguatan.
Tantangan nyata dari Gubernur Yulius Selvanus dan Wagub Victor Mailangkay dalam mengatasi komposisi jajarannya adalah potensi intervensi politik berupa titipan yang nantinya rentan terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta melemahnya kinerja pemerintahan yang bermuara merugikan duet kepemimpinan Yulius Selvanus dan Victor Mailangkay. (Editorial)