Manado, MN – Bank SulutGo (BSG) kembali diguncang isu serius. Bukan sekadar gosip warung kopi, melainkan dugaan praktik gratifikasi terstruktur pasca Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan.
Dilansir dari media FaktaNews informasi dari sumber internal yang menyebut adanya pola “jatah kepala daerah” dengan nominal mencapai ratusan juta rupiah.
Skema ini diduga dijalankan langsung oleh jajaran direksi dan komisaris pusat BSG. Modusnya, dana sisipan disalurkan secara diam-diam kepada pemerintah daerah pemegang saham melalui kepala Badan Keuangan masing-masing kabupaten/kota di Sulawesi Utara dan Gorontalo.
“Dana itu diberikan setelah RUPS. Jumlahnya ratusan juta. Semua kepala Badan Keuangan tahu soal ini,” ujar salah satu sumber terpercaya.
Bagi Hasil atau Gratifikasi?
Praktik ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah BSG sedang menjalankan tata kelola perusahaan (good corporate governance), atau justru berubah menjadi mesin gratifikasi?
Jika aliran dana itu legal, mestinya dibahas dalam forum resmi dan tercatat dalam laporan keuangan. Namun faktanya, uang disalurkan lewat “pintu belakang” seakan menjadi tradisi tahunan.
Ironisnya, dari sekian banyak daerah pemegang saham, hanya satu daerah yang berani menolak. Alasannya jelas: dana tersebut tidak melalui mekanisme resmi dan berpotensi melanggar UU Tipikor.
BSG Dalam Jeratan Transaksi Gelap
Skema “jatah kepala daerah” semakin menegaskan wajah BSG bukan sebagai bank pembangunan daerah, melainkan ATM kekuasaan. Alih-alih menjaga transparansi, bank yang seharusnya menopang perekonomian justru terjebak dalam transaksi gelap.
BSG memang sangat bergantung pada dana pihak ketiga (DPK) dari pemerintah daerah. Karena itu, dugaan aliran dana ini bisa dipersepsikan sebagai “pelicin” agar pemda tidak menarik dananya ke bank lain.
Sebuah barter kepentingan: daerah menaruh uangnya, manajemen bank memberi “jatah.”
Aspek Hukum yang Tak Bisa Ditawar
Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tegas menyebutkan: setiap pemberian yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban penyelenggara negara dianggap gratifikasi.
Jika pemberian itu terkait keputusan kebijakan, kategorinya bisa naik menjadi suap.
Dengan demikian, aliran dana ratusan juta ke pejabat daerah melalui kepala Badan Keuangan bukan lagi isu moralitas, tapi dugaan tindak pidana korupsi.
Diamnya OJK dan Aparat Penegak Hukum
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada sikap resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun aparat penegak hukum. Padahal, RUPS BSG adalah agenda resmi yang seharusnya dijaga ketat akuntabilitasnya.
Ketiadaan reaksi ini justru menimbulkan kecurigaan baru: apakah praktik ini sengaja dibiarkan karena menyentuh kepentingan elit? Apakah BSG memang sudah lama menjadi rahasia umum sebagai lumbung dana politik?
Saatnya Transparansi Dibuktikan
Publik berhak tahu kebenaran dugaan ini. Jika benar ada praktik gratifikasi, manajemen BSG, kepala daerah, hingga pengawas sektor keuangan wajib bertanggung jawab.
BSG tidak boleh terus-menerus dicurigai sebagai ATM kepala daerah. Sebagai bank milik rakyat Sulut dan Gorontalo, transparansi dan integritas harus ditegakkan, bukan dijual demi kepentingan segelintir pejabat.
Sementara itu saat dihubungi ke Hence Rumende salah satu Pimpinan Divisi (Pimdiv) Bank Sulutgo, dirinya pun hanya menjawab singkat bahwa sementara mengikuti kegiatan.
“Lagi ikut sespibank bro”, singkat Hence Rumende saat di konfirmasi.
Diketahui sampai berita ini dipublis, tak ada konfirmasi tambahan dari pihak Bank Sulutgo.