Sabtu kemarin, saat baru saja mandi saat baru selesai mandi pagi, saya memantau beberapa _WA Group._ Dan mata terhenti disalah satu ungkapan menarik. Ada ungkapan atau mungkin kritikan dalam bentuk sindiran telak kepada mantan Pemimpin dan Pemimpin Sulawesi Utara (Sulut) saat ini.
*_”Leader kemarin menciptakan Pejabat Munafik dan Korup”._*
*_”Leader sekarang mempertahankan Pejabat Produk Gagal.”_*
*#cuma yg paham joo**
Rangkaian kata-kata yang dikalimatkan oleh seorang wartawan, Resa S. Tersirat jelas, suatu pesan sangat kuat dari sisi Politik.
Timbul pertanyaan, seberapa menarik ungkapan itu bagi yang membaca ??
Mungkin pertanyaan itu dianggap satu pertanyaan bodoh karena seharusnya yang ditanyakan adalah apakah banyak orang memiliki rasa dan pandangan yang sama terkait ungkapan yang dikalimatkan, Resa S atau ResaS ??
Kalau ditanyakan ke saya, maka yang bertanya-pun sama bodohnya.
Kalau tidak memiliki pandangan dan rasa yang sama, buat apa saya “capek-capek” menulis apa yang dikalimatkan si ResaS.
Buat saya memang secara logika sosial dan politik akan berupaya memilih orang-orang yang sejalan bahkan setia kepada Sang Pemimpin. Namun menjadi menarik jika Sang Pemimpin dapat dengan jernih mempertajam penglihatan dan rasa berdasarkan niat baik untuk memilih sosok birokrat yang tetap dimana akan menunjang “mimpi indah” membangun Sulut yang dibulatkan dalam tekad kuat. Untuk itu perlu diseleksikan para sosok birokrat yang mempunyai 4 point :
1. Leadership
2. Kepekaan
3. Integritas
4. Kompetensi
Dalam perjalanan sejarah, tidak sedikit seorang pemimpin salah dalam memilih karena terjebak dalam kepiawaian oknum – oknum birokrat yang punya hobby aneh, “menjilat keatas, menginjak kebawah.”
Para oknum dalam birokrat tidak memperdulikan sebuah pesan suci sebagai seorang PNS > ASN yang telah lama “dilembagakan”.
Korpri, Abdi Negara.
Kekurang hati-hatian para Pemimpin pada akhirnya berbuah racun berbahaya. Lahir, bermunculan, bertebaran oknum Birokrat dan Pejabat toxic yang cenderung munafik (plus penjilat) serta bermental korup. Dan itu malapetaka bagi daerah serta masyarakat luas.
Saya teringat dulu ada istilah _”Humanizing Development”._
Lalu muncul kemudian _Humanizing Politics._
Fokus pesannya jelas terkait kemanusiaan dimana semua bermuara kepada cita-cita suci, Membangun Peradaban.
Ada terbersit dipikiran saya,
_”Apa motivasi sesorang ketika ingin jadi seorang Pemimpin ??”_
Semoga semangatnya adalah memberi diri sebagai bentuk pengabdian, bukan sekedar penyaluran hobby, libido politik dan memenuhi nafsu _esteem and status_ seperti yang diangkat oleh Abraham Maslow dan diatas itu semua adalah untuk Memperkaya Diri.
Sebagai orang diluar sistem, saya hanya bisa beharap semoga yang terbaik yang terwujud untuk Tanah Leluhur, Sulawesi Utara-ku.
Salam hormat,
Taufik M Tumbelaka