Manado, MN – Media sosial telah menjadi ruang publik baru bagi masyarakat Manado. Facebook fanpage, Instagram, TikTok, hingga grup-grup Facebook lokal kini berperan layaknya “media alternatif” yang memengaruhi opini, emosi, bahkan tindakan publik.
Sayangnya, di balik derasnya arus informasi tersebut, muncul fenomena yang kian mengkhawatirkan: admin media sosial yang dengan sadar membuat, membiarkan, atau meloloskan konten hoaks dan negatif demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Dari Informasi Publik ke Komoditas Murahan
Tidak sedikit fanpage dan grup Facebook berbasis Manado yang awalnya hadir dengan tujuan berbagi informasi lokal, lalu perlahan berubah menjadi panggung sensasi.
Konten perselingkuhan, tuduhan sepihak, konflik rumah tangga, hingga penagihan utang secara terbuka dijadikan “menu utama” demi engagement.
Like, share, dan komentar menjadi mata uang baru. Semakin panas isunya, semakin tinggi trafik, dan semakin besar peluang mendapatkan keuntungan baik dari iklan, endorse terselubung, hingga praktik “uang tutup mulut”.
Hoaks dan Framing Jahat yang Sengaja Dibiarkan
Lebih berbahaya lagi, sebagian admin tidak sekadar lalai, tetapi aktif membiarkan hoaks dan framing negatif beredar.
Informasi belum diverifikasi, potongan chat tanpa konteks, foto lama yang diunggah ulang, hingga narasi sepihak disajikan seolah-olah kebenaran mutlak.
Klarifikasi sering kali diabaikan atau bahkan ditolak karena dianggap merusak “narasi viral”. Di titik ini, kebenaran dikorbankan demi algoritma.
Konten Penagihan Utang: Persekusi Digital Berkedok Informasi
Praktik penagihan utang melalui media sosial juga makin marak. Identitas seseorang diumbar, nama dan foto disebarluaskan, lengkap dengan narasi yang menggiring publik untuk menghakimi.
Padahal, persoalan utang-piutang adalah ranah privat dan hukum. Ketika admin membiarkan konten semacam ini, mereka sejatinya membuka ruang persekusi digital, yang bisa berdampak serius pada psikologis, pekerjaan, dan keselamatan korban.
Judi Online: Iklan Gelap di Balik Konten Lokal
Ironisnya, di tengah klaim “peduli masyarakat”, sebagian akun justru meloloskan promosi judi online, baik terang-terangan maupun terselubung. Tautan di kolom komentar, DM otomatis, hingga kerja sama diam-diam dengan jaringan judi digital menjadi praktik yang merusak moral dan masa depan generasi muda Manado.
Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga berpotensi melanggar hukum pidana.
Admin Bukan Sekadar Pengelola, Tapi Penentu Arah
Admin media sosial bukan hanya penjaga akun. Mereka adalah penentu arah diskursus publik. Keputusan untuk mengunggah, membiarkan, atau menghapus konten adalah keputusan editorial.
Ketika sensasi dipilih daripada verifikasi, keuntungan daripada empati, maka yang rusak bukan hanya reputasi individu, tetapi kepercayaan publik terhadap ruang digital.
Tips bagi Masyarakat: Jangan Diam, Anda Punya Hak dan Dilindungi Hukum
Masyarakat sebagai pengguna media sosial tidak boleh pasif menghadapi hoaks, fitnah, dan konten ilegal. Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan:
1. Gunakan Tombol Blokir
Jika sebuah akun atau admin:
- menyebarkan hoaks,
- memprovokasi kebencian,
- memuat konten tidak bermoral,
blokir akun tersebut. Ini langkah sederhana tapi efektif untuk melindungi ruang digital pribadi Anda.
2. Manfaatkan Fitur Laporkan (Report)
Setiap platform Facebook, Instagram, dan TikTok memiliki fitur pelaporan. Gunakan untuk:
- hoaks,
- ujaran kebencian,
- perundungan,
- penipuan,
- promosi judi online.
Semakin banyak laporan, semakin besar peluang konten tersebut diturunkan.
3. Simpan Bukti Digital
Jika Anda menjadi korban atau melihat pelanggaran serius:
- screenshot unggahan,
- simpan link,
- rekam layar jika perlu.
Bukti ini penting jika kasus berlanjut ke ranah hukum.
4. Laporkan ke Aparat Penegak Hukum
Hoaks, pencemaran nama baik, pemerasan digital, dan judi online memiliki dasar hukum yang jelas. Masyarakat dapat melapor ke:
- kepolisian,
- unit siber,
- atau kanal pengaduan resmi pemerintah.
Jangan takut melapor. Pelapor dilindungi oleh undang-undang, termasuk Undang-Undang ITE dan peraturan terkait perlindungan saksi dan korban.
5. Jangan Ikut Menyebarkan
Hentikan rantai kejahatan digital dengan:
- tidak membagikan ulang konten provokatif,
- tidak ikut menghakimi di kolom komentar,
- menunggu klarifikasi dari sumber terpercaya.
Manado Butuh Ruang Digital yang Sehat
Media sosial seharusnya menjadi ruang berbagi informasi, edukasi, dan solidaritas bukan arena adu domba, fitnah, dan kepentingan sempit.
Admin media sosial harus kembali pada etika. Masyarakat harus berani bersikap.
Jika ruang digital dibiarkan liar, dampaknya nyata di dunia nyata. Manado pantas mendapatkan ekosistem media sosial yang sehat, bermartabat, dan beradab.(Steven)












