Manado, MANADONEWS –
Jabatan Kepala Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe periode 2017-2022 resmi berakhir. Tongkat komando kini diemban dr Rinny Tamuntuan.
Kepala Dinas Sosial Daerah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) itu dipercayakan sebagai Penjabat Bupati Kepulauan Sangihe.
Penugasan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.71-1181 Tahun 2022.
Sebelumnya juga Mendagri telah memberhentikan dengan hormat Bupati Sangihe periode 2017-2022 Jabes Ezar Gaghana lewat SK Nomor: 131.71-1147 Tahun 2022.
Atas kepercayaan ini, dr Rinny mengaku mendapatkan tugas yang sangat berat. Meski begitu dia akan menjalankan amanat demi kesejahteraan masyarakat Sangihe.
“Tapi saya yakin dan percaya bisa menjalankan tugas demi kesejahteraan masyarakat Sangihe dalam rangka mewujudkan Sangihe yang maju dan hebat,” imbuhnya.
Selain dr Rinny, di hari yang sama pula Gubernur Sulut Olly Dondokambey atas nama Presiden RI melantik Ir Limi Mokodompit sebagai Pj Bupati Bolaang Mongondow. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulut ini diangkat lewat Keputusan Mendagri Nomor 131.71-1182 Tahun 2022.
Dosen Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando, mengatakan Limi Mokodompit dan Rinny Tamuntuan yang akan menjabat di atas 2 tahun memiliki kewenangan yang besar.
“Di antaranya, bersama DPRD dapat membahas dan menetapkan Peraturan Daerah atau Perda,” jelas Ferry Liando kepada wartawan Manadonews.co.id di Manado, Minggu sore.
Ferry Liando menambahkan, dalam hal mengisi jabatan eselon 2 yang lowong dikarenakan pejabat lama memasuki masa pensiun, meninggal dunia atau bermasalah hukum, kedua penjabat diberikan kewenangan.
“Namun dari semua kewenangan yang besar itu, dua penjabat bupati dilarang untuk melakukan empat hal,” tukas Liando.
Ke 4 hal tersebut, menurut Liando, yakni dilarang melakukan mutasi pejabat, dilarang mengusulkan pemekaran daerah, dilarang membatalkan perizinan yang telah dilakukan pejabat kepala daerah terdahulu dan dilarang membuat kebijakan yang terkesan membatalkan kebijakan yang telah ditetapkan kepala daerah terdahulu.
“Meski dilarang, namun dalam kondisi mendesak penjabat bupati dapat saja melakukan larangan itu sepanjang mendapat persetujuan Mendagri,” jelas Ferry Liando.
Meskipun tidak diatur berapa tahun maksimal dan minimal berapa lama seorang pejabat menjadi penjabat bupati, namun disarankan Liando, gubernur dapat melakukan evakuasi setiap 5 bulan.
“Dengan mempertimbangkan penilaian dan masukan DPRD setempat,” kata Liando.
Tugas pertama yang harus dilakukan penjabat bupati, kata Liando, pertama melakukan konsolidasi birokrasi. Penjabat harus mengenal karakter dan budaya birokrasi di mana dia ditempatkan.
“Harus tahu kemampuan SDM yang dimiliki birokrasinya. Hambatan dan kekuatan yang dimiliki jajaran birokrasinya,” tutur Liando.
Kedua, komunikasi politik dengan DPRD sebagai mitra kerja penjabat bupati.
“Tanpa relasi yang baik dengan DPRD maka sehebat apapun yang dimiliki seorang penjabat tidak akan berarti apa-apa jika komunikasi politik tidak dibangun dengan DPRD,” kata Liando.
Ketiga, adaptasi sosial. Penjabat harus langsung terjun ke masyarakat. Sebab tidak semua masyarakat mengenal siapa penjabat bupati.
“Apalagi penjabat bupati tidak melalui proses pemilihan langsung (by election) tetapi hanya ditunjuk (by appointed),” pungkas Ferry Liando.
(Youngky)












