Bitung, Manadonews.co.id – Dugaan upaya menutup-nutupi kasus netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada 2024 lalu di lingkungan Pemerintah Kota Bitung kian hangat di perbincangkan.
Hal tersebut semakin meruncing ketika salah satu oknum yang terlibat dan sudah mendapatkan sanksi dari kasus ini tiba-tiba dilantik Walikota Hengky Honandar sebagai Kaban BKPSDM Kota Bitung.
Aktivis Rusdyanto Makahinda menilai upaya melindungi ASN ‘nakal’ yang terlibat pelanggaran Pilkda (kasus netralitas) merupakan salah satu pembangkangan terhadap amanat undang-undang terutama UU ASN yang jelas melarang ASN telibat politik praktis.
“Upaya Pemkot Bitung yang diduga menghilangkan sanksi jelas telah menabrak undang-undang, sebab Walikota memang memiliki kewenangan dalam menentukan sanksi tapi tidak untuk menghilangkan sanksi kasus netralitas,” kata Rusdyanto Makahinda kepada wartawan di Bitung, Jumat (23/5/2025).
Ia menambahkan, jika Pemkot Bitung yakin tidak menabrak undang-undang maka perlu dijelaskan kajian hukum mana yang dipakai dalam dugaan menghilangkan sanksi kasus netralitas yang menurut informasi telah terbit surat keputusan Walikota perihal kasus netralitas telah diselesaikan.
“Kami menantang Pemkot Bitung untuk menunjukkan dan menjelaskan kepada publik berdasarkan kajian dasar hukum apa yang digunakan saat menghilangkan sanksi kasus netralitas ini. Memang Walikota memiliki kewenangan dalam menentukan sanksi tapi tidak dengan serta merta untuk menghilangkan sanksi kalaupun dihilangkan. Apa dasar kajian hukumnya?” Terang Rusdyanto.
Terpisah, aktivis Robby Supit menegaskan keputusan Walikota Hengky Honandar yang diduga kuat membatalkan sanksi kasus netralitas dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap amanat Undang-Undang ASN.
“Apa yang dilakukan Walikota bukan sekadar maladministrasi. Ini adalah bentuk penghinaan terhadap etika publik dan pelecehan terhadap amanat Undang-Undang ASN. Bagaimana mungkin seorang yang sudah terbukti mencederai netralitas ASN justru diberi kewenangan membina dan mengawasi ASN lain? Ini bukan kebijakan, ini pembusukan sistematis,” tegas Robby.
Ia meminta dan mendesak DPRD Kota Bitung untuk tidak tinggal diam dan segera menggunakan hak pengawasan
seperti hak angket, hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat.
Hak angket digunakan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah, sementara hak interpelasi digunakan untuk meminta keterangan dari pemerintah mengenai suatu kebijakan.
Sementara hak menyatakan pendapat digunakan untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau kejadian luar biasa.
“Saya mendesak DPRD Kota Bitung tidak tinggal diam, segera gunakan hak pengawasan secara maksimal. Meminta BKN RI serta Kementerian PAN-RB dan Kemendagri turun tangan untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh kepala daerah,” tukas Robby Supit.
Robby menduga jika kasus tersebut bukanlah kasus tunggal, tapi bagian dari pola pembiaran dan proteksi politik terhadap ASN yang berpihak dalam Pilkada. Ia menyayangkan jika dibiarkan maka netralitas ASN hanya jargon.
“Jangan-jangan ini bukan kasus tunggal tapi bagian dari pola pembiaran dan proteksi politik terhadap ASN yang berpihak dalam Pilkada. Kami tidak butuh pernyataan normatif, tunjukkan kajian hukumnya! Jika tidak bisa, maka publik berhak menduga ini rekayasa kekuasaan,” kata dia.
Lebih jauh Robby menegaskan jika hal tersebut bukan sekadar soal pelantikan, namun integritas seorang pemimpin.
“Hari ini, integritas itu sedang diuji di depan rakyat Bitung,” pungkas Robby Supit. (VM)