Bitung, Manadonews.co.id – Aktivis Robby Supit kembali menyoroti kinerja Pemkot Bitung dalam hal ini terkait penyelesaian kasus netralitas ASN. Sanksi kasus tersebut diduga dimentahkan oleh SK ‘Bodong’ Walikota.
Robby Supit menegaskan, jika benar ada SK Walikota yang membatalkan SK sanksi netralitas ASN tanpa kajian hukum, itu jelas cacat administrasi dan bentuk penyalagunaan wewenang. UU Administrasi Pemerintahan tegas melarang pejabat membuat keputusan yang bertentangan dengan AUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik).
Dalam hukum administrasi di Indonesia (khususnya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan), AUPB menjadi tolok ukur apakah suatu keputusan atau tindakan pejabat pemerintah sah dan benar secara hukum.
Isi AUPB (Pasal 10 ayat (1) UU 30/2014):
1. Kepastian hukum – keputusan pemerintah harus punya dasar hukum yang jelas.
2. Kemanfaatan, keputusan harus bermanfaat bagi masyarakat luas.
3. Ketidakberpihakan, pejabat tidak boleh memihak kepentingan tertentu.
4. Kecermatan, keputusan harus diambil dengan hati-hati, berdasarkan data/kajian.
5. Tidak menyalahgunakan kewenangan, pejabat dilarang memakai jabatannya untuk kepentingan pribadi/kelompok.
6. Keterbukaan, keputusan harus transparan, bisa diakses publik.
7. Kepentingan umum, keputusan harus mendahulukan kepentingan rakyat, bukan golongan tertentu.
8. Pelayanan yang baik, keputusan harus mencerminkan kualitas pelayanan publik.
Artinya jika ada Walikota yang mengeluarkan SK pembatalan sanksi ASN tanpa dasar hukum yang jelas, tanpa kajian, atau ditutup-tutupi dari publik, maka SK itu bisa dinilai melanggar AUPB otomatis cacat hukum dan dapat dibatalkan.
SK terkait sanksi ASN tidak bisa dinyatakan rahasia karena menyangkut kepentingan publik.
“Saya mendesak BKN turun tangan memeriksa Pemkot Bitung dan memberi sanksi tegas agar netralitas ASN tidak dijadikan alat politik,” jelas Supit.
Melihat beberapa faktor tersebut, ia mendesak BKN RI untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap dugaan inprosedural pembatalan sanksi kasus netralitas ASN,
Menurutnya, BKN memiliki kewenangan penuh dalam penyelesaian polemik panjang kasus tersebut apalagi salah satu ASN yang terlibat kasus menjabat sebagai Kaban BKPSDM di Kota Bitung.
“Badan Kepegawaian Negara (BKN) dapat memeriksa dan menindaklanjuti pelanggaran prosedur manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), termasuk Walikota, melalui mekanisme pengawasan dan penegakan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK),” jelas Robby Supit kepada wartawan di Bitung, Jumat (22/8/2025).
Tambahnya, BKN memiliki kewenangan penuh sesuai dengan regulasi terkait manajemen ASN yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Mekanisme pemeriksaan dan tindakan BKN
Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) NSPK:
BKN memiliki kewenangan dalam melakukan Wasdal implementasi manajemen ASN untuk memastikan penerapan NSPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pencabutan Keputusan PPK:
Jika dalam pengawasan ditemukan adanya pelanggaran NSPK oleh PPK (termasuk walikota), BKN dapat melakukan tindakan pencabutan keputusan PPK tersebut.
Koordinasi dengan Instansi Terkait:
BKN juga mengedepankan kolaborasi dengan instansi pemerintah lain, seperti Kementerian PAN RB, KASN, dan LAN, dalam melaksanakan Wasdal implementasi NSPK manajemen ASN.
Peraturan yang Mendukung:
BKN telah menyusun berbagai peraturan teknis, seperti Peraturan BKN Nomor 12 Tahun 2022, untuk mendukung pelaksanaan Wasdal Implementasi NSPK Manajemen ASN sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) yang berlaku.
Dengan demikian, BKN memiliki peran dan kewenangan untuk memeriksa, mengendalikan, dan menindak lanjuti kesalahan prosedur dalam manajemen ASN yang dilakukan oleh kepala daerah seperti walikota, demi tegaknya disiplin dan integritas ASN.
Robby Supit mendesak agar BKN tidak mengulur-ngulur waktu dan menjelaskan kepada publik kejelasan kasus netralitas ASN yang sanksinya dimentahkan oleh SK yang diduga bodong. (VM)