Di tengah derasnya perburuan pemerintah terhadap jaringan judi online, muncul sebuah ide ekstrem: memblokir Cloudflare, layanan CDN dan keamanan siber yang digunakan jutaan situs legal di seluruh dunia.
Wacana ini menyeruak setelah sejumlah pejabat menyebut Cloudflare sebagai “pelindung situs judi online”.
Namun, penyederhanaan persoalan itu justru menunjukkan bahwa pemerintah belum memahami lanskap teknis di balik internet modern dan berpotensi menimbulkan kerusakan besar pada infrastruktur digital Indonesia.
Di lapangan, kami menemukan sejumlah fakta yang membantah efektivitas gagasan tersebut, sekaligus memperlihatkan tingginya risiko bila kebijakan ini benar-benar dijalankan.
Judi Online Tidak Hanya Bersembunyi di Balik Cloudflare
Hasil penelusuran tim kami memperlihatkan bahwa situs judi online menggunakan beragam teknologi perlindungan, bukan hanya Cloudflare. Dalam sepekan terakhir, tim menemukan:
- 37% situs judi online yang aktif menggunakan reverse proxy independen buatan sendiri.
- 28% memakai CDN selain Cloudflare, seperti Bunny, Fastly, Imperva, atau Akamai.
- 14% menggunakan bulletproof hosting yang berlokasi di Belanda, Curaçao, dan Kepulauan Karibia hosting yang memang dirancang agar tidak patuh terhadap permintaan pemerintah mana pun.
- Sisanya menggunakan VPN server privat yang memalsukan lokasi server untuk menghindari deteksi.
Artinya, memblokir Cloudflare hanya menyasar sebagian kecil dari ekosistem, sementara kelompok besar operator judi sudah lama bermigrasi ke infrastruktur lain.
“Kalau Cloudflare diblokir, mereka tinggal pindah rumah. Tidak sampai satu jam sudah aktif lagi,” kata seorang analis keamanan jaringan, Rumy Taulu.
Cloudflare Justru Menjaga Internet Indonesia Tetap Stabil
Data yang dihimpun dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa lebih dari 48 ribu situs Indonesia mulai dari UMKM, korporasi, media massa, hingga lembaga pemerintah menggunakan Cloudflare untuk layanan:
- Anti-DDoS
- DNS security
- WAF (Web Application Firewall)
- CDN caching
Jika Cloudflare diputus, jutaan pengguna Indonesia akan terkena dampaknya:
akses e-commerce terhambat, situs pemerintah melambat atau runtuh, dan risiko serangan siber meningkat tajam.
Direktur sebuah perusahaan hosting di Bali mengatakan kepada wartawan:
“Kalau Cloudflare diblokir, operasional kami bisa lumpuh total. Bebannya tidak akan ditanggung bandar judi, tapi bisnis legal seperti kami.”
Blokir Massal: Peluru Nyasar yang Tidak Pernah Mengenai Target
Di lapangan, aparat siber Komdigi selama ini mengandalkan blocking DNS dan IP. Namun efektivitasnya rendah. Data internal menunjukkan:
- Rata-rata domain judi online yang diblokir per hari: 3.500–4.200 domain.
- 95% domain yang diblokir hidup kembali dengan nama berbeda dalam waktu kurang dari 72 jam.
- Operator situs judi memiliki kemampuan otomatisasi pembuatan domain hingga 100 domain per jam.
Ini membuat perang antara pemerintah dan operator judi ibarat “memotong rumput liar”: tumbuh cepat dan sulit diberantas.
Pemblokiran Cloudflare pun dipandang sebagai upaya “jalan pintas” yang keliru sasaran.
Permasalahan Utama: Aliran Dana, Bukan Infrastruktur
Dari investigasi di sejumlah daerah seperti Manado, Batam, Medan, dan Makassar, diketahui bahwa:
- Transaksi judi online menggunakan ratusan rekening penampung, sebagian menggunakan rekening palsu dan rekening simpanan berlapis.
- Ada pola pengiriman dana melalui QRIS, dompet digital, dan konversi ke USDT/Tether melalui platform aset kripto.
- Operator judi membayar para afiliator lokal dalam jumlah besar untuk memastikan situs tetap berada di puncak pencarian Google dan media sosial.
Sumber internal PPATK menyebut, “Selama rekening penampung dan jaringan afiliator tidak disentuh, memblokir platform teknis seperti Cloudflare hanya membuat mereka tertawa.”
Kebijakan Tidak Tepat Sasaran
Pemblokiran Cloudflare tidak hanya gagal menekan aktivitas judi online, tetapi juga berpotensi melumpuhkan infrastruktur digital nasional. Kebijakan ini ibarat mematikan listrik satu kota hanya untuk mencari beberapa pencuri.
Jika pemerintah ingin benar-benar efektif, strategi yang harus ditempuh bukan menyerang CDN global, tetapi:
- Menutup aliran finansial operator.
- Menindak afiliator yang menguasai distribusi konten judi di media sosial.
- Menggandeng regulator domain internasional, bukan memukul teknologi yang digunakan seluruh dunia.
- Meningkatkan edukasi dan literasi digital sehingga masyarakat tidak mudah terjebak di funnel marketing judi online.
Tanpa langkah-langkah ini, memblokir Cloudflare bukan hanya langkah sia-sia tapi juga serangan balik terhadap ekosistem digital yang sah dan produktif.(Alfa)












