KARO, MANADONEWS – Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, sewaktu-waktu dapat mengakibatkan hujan debu dan awan panas. Tak hanya warga sekitar, anggota TNI yang menjaga zona merah Gunung Sinabung pun kerap dilanda dilema dan waswas.
Mereka kerap bingung apa yang harus diperbuat kepada warga yang nekat masuk ke zona merah. Padahal, daerah itu sangat berbahaya karena erupsi dan awan panas bisa saja tiba-tiba terjadi seperti beberapa waktu lalu.
“Saya bingung, daerah itu membahayakan nyawa mereka. Sudah saya larang, tapi mereka nekat. Malam-malam suka menjebol palang pintu. Kalau nanti saya tindak tegas. Nanti dibilang TNI pukul pengungsi. Gimana ini?” kata salah seorang anggota TNI yang berjaga di zona merah, Senin, 23 Mei 2016.
Rata-rata warga yang berada di zona merah itu tak mau meninggalkan tempat tinggalnya. Kalau pun bersedia tinggal di pengungsian, mereka juga kerap kembali ke rumah mereka untuk mengurus perkebunan yang sudah terkubur abu.
Hingga saat ini, masih ada sekitar 20 orang yang tetap tinggal di kawasan zona merah itu. Jumlah itu lebih banyak ketika belum terjadi guguran awan panas yang menelan tujuh korban jiwa.
Kawasan zona merah itu, kata dia, sangat berbahaya. Apalagi, Sinabung adalah gunung yang sulit diprediksi. “Dari dulu sulit diprediksi. Dulu diprediksi besar tapi ternyata nggak ada erupsi,” ujar anggota TNI yang sudah berjaga di zona merah selama 5 tahun itu.
Namun, ujar dia, ada semacam pola yang terjadi jika Gunung itu mulai bergolak. Setiap pukul 14.00 – 17.00 WIB, Sinabung selalu erupsi dengan skala kecil.
Menurut dia, Gunung Sinabung itu seperti perempuan. Ada kebiasaan jika pejabat yang melihat, Sinabung selalu menutup puncaknya dengan asap. Padahal jika puncak itu dilihat dari zona merah, terlihat jelas lahar dingin yang siap tumpah kapan pun.
Zona merah dan petaka yang datang tiba-tiba
Petaka dari Gunung Sinabung memang sulit diduga kapan datangnya. Seperti yang terjadi saat luncuran awan panas menerjang dataran tinggi Karo, Sumatera Utara, Sabtu 21 Mei 2016. Sekelompok warga yang sedang berkebun di ladang tak menyangka disergap awan panas akibat erupsi gunung berapi setinggi 2.460 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Data sementara berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo, tujuh orang terkena awan panas, di mana tiga orang meninggal dunia dan empat orang luka-luka dalam kondisi kritis.
“Tim SAR gabungan telah berhasil mengevakuasi korban. Korban telah dibawa ke rumah sakit. Beberapa rumah terbakar akibat terlanda awan panas dalam kejadian Sabtu pukul 16.48 WIB,” tulis Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam rilis yang dilansir Liputan6.com, Sabtu 21 Mei 2016.
BPBD sweeping warga di zona merah
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi menginstruksikan Badan Pengendalian Bencana Daerah (BPBD) Sumut untuk memastikan seluruh warga tidak lagi mendiami zona merah Gunung Sinabung.
Instruksi tersebut disampaikan Tengku Erry Nuradi saat menjenguk dua korban awan panas yang sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Adam Malik Medan, Jalan Bunga Lau, Medan Tuntungan, Medan, Minggu (22/5/2016).
Erry menyatakan BPBD Sumut telah mengeluarkan kebijakan zona merah yang tidak boleh dimasuki warga radius 5 kilometer dari Gunung Sinabung. Selain diimbau meninggalkan rumah, warga juga tidak diizinkan melakukan aktivitas di kawasan zona merah, termasuk melakukan kegiatan bercocok tanam.
“Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tegas agar masyarakat tidak memasuki zona berbahaya. Kita berharap kebijakan ini mendapat perhatian demi keselamatan,” ujar Erry.
Dia juga menginstruksikan kepada BPBD Sumut untuk melakukan sweeping ke lokasi zona merah untuk memastikan tidak ada lagi masyarakat yang membangkang.
“Kita minta kawasan zona merah untuk disisir. Jika ada masyarakat yang masih bertahan di zona merah, bawa ke penampungan atau zona yang lebih aman. Keselamatan lebih kita utamakan,” kata Erry.
Liputan 6