Berita TerbaruNasionalPemerintahanPolitik

Taufik: Kriteria Intregritas Sebagai Titik Awal Bangun Demokrasi Modern

×

Taufik: Kriteria Intregritas Sebagai Titik Awal Bangun Demokrasi Modern

Sebarkan artikel ini

Jakarta, MN- Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, mengatakan integritas komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu menjadi taruhan terselenggaranya Pemilu dan Pilkada yang berkualitas sebagai pola demokrasi moderen.

MANTOSMANTOS

“Kriteria integritas inilah sebagai titik awal membangun demokrasi moderen, yang pada gilirannya melahirkan pemimpin-pemimpin yang berintegritas untuk membawa kejayaan Indonesia dibarengi kesejahteraan masyarakat secara nyata,” ujarnya dalam diskusi di Media Center DPR Senayan, Jakarta, Kamis (6/4).

Dijelaskannya, aspek integritas tersebut menjadi dasar kinerja penyelenggara Pemilu mendapatkan akurasi data pemilih tetap (DPT), bersikap netralitas, hingga mampu bertindak tegas serta berkeadilan dalam menyelesaikan sengketa dan pelanggar Pemilu atau Pilkada. Hanya saja diingatkan, para penyelenggara seharusnya bekerja sesuai tugas pokok fungsi (tupoksi) dan tidak berpolitik atau menjadi komentator terkait kisruh partai politik.
Hal senada diungkap Ahmad Bagja, pengamat politik yang terpilih menjadi komisioner Bawaslu periode 2017-2022. Katanya, problem Bawaslu ke depan adalah bagaimana perkuatan kewenangan yang diamanatkan UU terkait penegakkan hukum terpadu (Gakkumdu) dan berwenang membatalkan setiap kebijakan KPU yang diskriminatif atau tidak berazaskan hukum berkeadilan.
“Kompleksitas Pemilu, Presiden (Pilpres) dan Legislatif (Pilleg), sangat terasa sekali dimana disatukannya Pilpres-Pilleg pada 10 April 2019,” ujarnya.

Baca Juga:  Dandim 1309/Manado Paparkan Hasil Pelaksanaan TMMD ke-125 Pada Tim Wasev Mabesad

Apalagi menurutnya petugas lapangan setingkat kecamatan menjadi rawan konflik. Dimana komisioner KPU terpilih Wahyu Setiawan mengungkapkan keprihatinannya lantaran banyaknya permasalahan lapangan muncul tanpa/belum terakumulasi dalam peraturan. Contohnya, peserta Pemilu berhadapan dengan Kotak Kosong yang berarti si-peserta tidak lagi disebut calon tunggal.

“Selain itu partisipasi politik yang digembar-gemborkan tidak disertai variabel sebagai ukurannya dimana ekspektasi kesertaan pemilih ditargetkan 75% padahal 30% warga tersebut bekerja sebagai buruh di lain tempat. Jadi, mustahil sampai 75%,” tutupnya. (Djamzu)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari MANADO NEWS di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Banner Memanjang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *