Berita TerbaruBerita UtamaPemerintahanPilihan RedaksiPolitikSulawesi Utara

Wagub Kandouw Hadiri Rakor Pengendalian Pengelolaan Perbatasan Negara

×

Wagub Kandouw Hadiri Rakor Pengendalian Pengelolaan Perbatasan Negara

Sebarkan artikel ini

 

SULUT,MANADONEWS,-.Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Steven Kandouw menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2019 oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan di Jakarta, Senin (28/01) siang.

MANTOS MANTOS

Pada kesempatan tersebut, Wagub Kandouw menyampaikan aspirasi Provinsi Sulut beberapa hal yang dinilai sangat penting terkait dengan masalah kondisi didaerah perbatasan serta regulasi ekspor impor di Sulut.

Wagub pun dalam kegiatan yang dibuka langsung oleh Menteri Polhukam, Wiranto dan juga dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, serta sejumlah jajaran perwakilan kementerian terkait lainnya itu, menyampaikan yang pertama secara umum soal aturan tentang perbatasan terutama terkait Pelintas Batas antara Provinsi Sulawesi Utara-Indonesia dengan wilayah Negara Pilipina yang telah ada dalam Program Lokal UU Nomor 6 Tahun 2011 itu masih “gelap”, karena oleh pihak Pilipina menilai keputusan (aturan) itu hanya sepihak.

“Jadi dimintakan untuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 itu tolong ada pengkajian kembali karena, kasihan sudah ratusan tahun Pelintas Batas kita di Mindanau itu gelap,” terang Wagub yang menambahkan pula bahwa tidak hanya itu, masalah dengan kondisi penduduk Sanger di Pilipina (Sapi) dan Pilipina di Sanger (Pisang) itu ada sekitara 7.500 jiwa anak bangsa.

“Ini belum ada penetrasi lebih lanjut dari pemerintah pusat untuk seperti apa solusinya dan bagaimana. Kalau ditangani pemerintah daerah, mau dimana kita cari solusinya? mau ditarik semua terus diberikan tanah, tak se sederhana itu juga. Jadi tolong untuk bagaimana pemerintah pusat melihat ini karena ini diwilayah perbatasan,” ujarnya.

Baca Juga:  Potensi Elektabilitas Elly Lasut Turun, Steven Kandouw - Denny Tuejeh Naik

Selain itu, lanjut Wagub juga menyampaikan terlait persoalan regulasi ekspor impor Kementerian Perdagangan di daerah perbatasan masih perlu dilakukan pengkajian kembali dikarenakan masih ada sisi kerugian untuk Suawesi Utara.

“Jadi tolong diperhatikan dan kaji kembali regulasinya termasuk ekspor impor di pelabuhan termasuk di Sulut. Karena, seperti sekarang ini banyak turis datang ke Sulut dan ketika kembali membawa (ole-ole) sarang Walet, itu ketika di bandara dihentikan oleh pihak Bea Cukai, namun kalau di daerah lain (Jakarta dan Surabaya) itu dibolehkan? ini merupakan fakta yang “gila”. Kenapa dilain tempat dibolehkan tapi dikami Provinsi Sulut) tidak bisa. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan kembali oleh pihak kementerian/pemerintah pusat,” ujarnya.

Adapun untuk Kementerian PUPR, dirinya memberikan apresiasi atas kerja pembangunan jalan lingkar daerah perbatasan seperti Miangas dan Marore, namun diharapkan Wagub bisa juga menyebar dilulau-pulau di Sulut.

“Juga masalah terkait pembebasan lahan diwilayah perbatasan yang menggunakan anggaran daerah yang oleh apraisel menilai lahannya paling tinggi itu Rp 15.000 namun ternyata karena ‘aji mumpung’ (oknum-oknum) menaikan sampai Rp.250.000. Ketika anggaran PUPR turun ke bank, kita terdesak dengan kondisi fiskal kita sangat pendek hingga kita keluarkan hampir 30 Miliar,” ungkapnya, seraya menambahkan jadi tolong bagi PUPR agar jangan hanya anggaran bangunnya tapi juga pembayaran pembebasan lahan harus ditanggung karena ini perbatasan.

Baca Juga:  Stand Pameran Yonif 712/Wiratama Meriahkan Tongkeina Festival One Fun Day

“Jangan kasih setengah-setengah, tambah APBD kita juga. Ini sebagai masukan untuk PUPR,” ujar Kandouw.

Sementara itu untuk soal di pertanian, pangan juga untuk peternakan menurut wagub mengusulkan mengeskpor pangan dan juga peternakan seperti ternak terlebih diperbatasan itu peternakan hewan sangat mahal. Oleh karenanya meminta agar pemerintah lebih konprehensif untuk mendesain ketahanan pangan berbasis ekspor.

“Untuk di kelautan sendiri ada 6 industri yang ada di Kota Bitung. Tapi dari 6 itu kapasitas operasionalnya dari 100 persen hanya tinggal 20 persen, yang 20 persen itu juga baha bakunya terbanyak dari India. Jadi betul-betul sangat mengecewakan kondisi di Kota Bitung, karena 16.000 pelaku/tenaga usaha industri perikanan tutup. Memang, diakui nilai tukar nelayan di Sulut naik karena cari ikan gampang, tapi secara industri perlu ada tindakan lebih lanjut agar keseimbangan rakyat kecil/nelayan dan industri sama-sama maju,” pungkasnya.
(stvn)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari MANADO NEWS di GOOGLE NEWS
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *