MANADO, MANADONEWS – Konstalasi politik pasca Pileg 2019 mulai berorientasi ke materi seputar pimpinan dewan, baik DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Khusus kursi Ketua DPRD Sulut, dipastikan milik PDI Perjuangan sebagai partai eraih suara terbanyak tingkat provinsi.
Namun, siapa yang bakal menduduki kursi Ketua Lembaga Wakil Rakyat, materi itu yang mulai ramai didiskusikan.
Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sulut Janes Parengkuan menuturkan, untuk menduduki posisi pimpinan dewan, bahkan berlaku juga untuk anggota, ada syarat – syarat yang harus ditaati.
“Syarat – syarat itu tertuang dalam Undang – Undang. Jadi memiliki dasar hukumnya,” ungkap politisi senior itu, kepada manadonews.co.id, Jumat (31/5).
Ia pun menyebutkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
“Salah satu poin dalam UU 17/2014 mengatur bahwa baik anggota DPR, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota dilarang merangkap jabatan sebagai pegawai pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD,” paparnya.
Dengan kata lain, menjadi wakil rakyat, apalagi Ketua DPR, tidak boleh mengolah pekerjaan/ proyek baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dananya bersumber dari APBN atau APBD
Selain itu, lanjutnya, ada larangan merangkap jabatan sebagai hakim, PNS, anggota TNI, Akuntan Publik, Konsultan, maupun Pengacara dan notaris.
“Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 berisikan juga larangan bagi legislator yang melakukian pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota serta hak sebagai anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota,” papar mantan Wakil Ketua DPRD Sulut itu.
Menurutnya, poin di atas sangat penting untuk dipahami agar tidak terjadi gesekan antara kepentingan politik dengan aturan Undang – Undang.
Fian