Manado – Selama hampir tiga tahun sejak 2017 hingga 2020 ini, dugaan kasus penganiayaan 5 remaja alias anak di bawah umur yang sudah dilaporkan orang tua korban ke Polda Sulut masih mengendap.
Penganiayaan yang dilakukan puluhan anggota Sabhara Polda Sulut terjadi pada Rabu, 13 Desember 2017 silam, sekitar pukul 02.00 dinihari, di Kelurahan Perkamil dan Kelurahan Malendeng, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado.
Orang tua dari korban Yehezkiel Tumimomor dan Roland Resa Wala yakni Jutry Tumimomor dan Refoi Wala, kepada wartawan Manadonews.co.id, mengungkapkan agar Kapolda Sulut yang baru menindaklanjuti laporan penganiayaan tersebut yang diduga sengaja diendapkan.
Diketahui, Jutry Tumimomor adalah warga Kelurahan Ranomuut Lingkungan 5 dan Refoi Wala, warga Kelurahan Perkamil Lingkungan 7, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado.
“Hingga sekarang tidak ada penetapan tersangka. Padahal, sejak awal 2018 pihak Polda mengatakan segera tetapkan tersangka, faktanya tidak ada,” jelas Jutry Tumimomor diiyakan Refoi Wala kepada wartawan Manadonews.co.id di Rumah Kopi K.8 Sario, Selasa (25/8/2020) malam.
Jutry menambahkan, dia dan Refoi Wala terakhir ke Polda Sulut pada 4 Mei 2020 ke bagian Propam, kemudian ke ruangan penyidik.
“Di BAP ulang oleh Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak. Alasan mereka pergantian penyidik, sudah tiga kali BAP. Sudah empat Kapolda sejak Kapolda Bambang Waskito tindak lanjut dari laporan kami masih nol. Kami berharap Kapolda yang baru bisa menindaklanjuti karena kami hanya mencari keadilan, para pelaku harus dihukum!” tukas Jutry dengan nada tinggi.
Di tempat yang sama, Satgas PPA KP3A RI Sulawesi Utara yang juga Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Sulut, Adv. EK Tindangen, SH, mengatakan lambatnya penyelesaian kasus sudah dilaporkan kepada Ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi.
“Saya sudah sampaikan ke LPAI pusat dan kak’ Seto janji akan laporkan langsung ke Kapolri Idham Aziz,” terang EK Tindangen.
Tindangen tak bisa menyembunyikan kekecewaan. Menurutnya, selama menangani kasus yang menimpa perempuan dan anak, baru kali ini penanganan kasus lama sekali.
“Padahal, ini kasus pidana. Undang-Undang Perlindungan Anak selevel dengan Undang-Undang Narkoba dan Teroris,” tegas Tindangen.
Pihak Polda Sulut melalui Kabid Humas, Kombes. Pol. Jules Abraham Abast, dikonfirmasi wartawan Manadonews.co.id, Selasa (1/9/2020), mengatakan akan melakukan pengecekan.
“Kalau ngga salah sudah SP3. Saya cek dulu kasusnya pastinya seperti apa, termasuk korbannya atau apanya, kalau memang kasusnya bergulir ataupun ada kita pasti panggil,” jelas Jules Abast.
Jules Abast menambahkan, masyarakat yang menjadi korban penganiayaan oknum anggota Polisi bisa melaporkan ke bagian Propam.
“Sebenarnya kita ada tempat pengaduan seperti itu. Selaku korban bisa mengadu melalui Propam. Saya cek dulu kasusnya, kalau perlu saya sampaikan lagi ke Propam dan Irwasda agar memanggil mereka, dijelaskan terkait kasusnya kalau memang benar itu belum ada penyampaian. Kita kan sama-sama belum tahu ini karena kasusnya sudah lama,” pungkas Abast.
Terkait penjelasan Kabid Humas Jules Abast, kuasa hukum korban, EK Tindangen, mengaku belum menerima Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dari Polda Sulut. Tindangen berharap Kapolda Sulut yang baru, Irjen. Pol. Panca Putra Simanjuntak, menindaklanjuti kasus serius ini.
“Belum ada surat itu, faktanya pelapor tidak mencabut laporan. Ada bukti lengkap termasuk visum dokter ketika itu. Saya berharap diseriusi bapak Kapolda yang baru. Semakin lama kasus penganiayaan yang dilakukan puluhan oknum Sabhara ini didiamkan akan semakin merugikan nama baik kepolisian di Sulawesi Utara,” tandas Tindangen, Minggu (6/9/2020) pagi.
Jutry Tumimomor, orang tua dari korban Yehezkiel Tumimomor, kembali menceritakan kronologi kejadian pada Rabu, 13 Desember 2017 silam, sekitar pukul 02.00 Wita.
Tempat kejadian pemukulan di sekitar Supermarket Perkamil Jaya di Kelurahan Perkamil dan Perumahan Malendeng Residence di Kelurahan Malendeng, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado.
Korban Yehezkiel Tumimomor bersama 4 orang temannya, warga Perkamil, diduga mengalami penganiayaan berat yang dilakukan lebih dari 20 polisi Sabhara Polda Sulut.
Kejadian berawal ketika korban bersama 5 temannya berboncengan menggunakan 3 sepeda motor begadang semalaman melintasi jalan Perkamil, sementara mengendarai tiba-tiba datang pengendara motor lain yang coba menyerempet motor korban. Secara spontan mereka berteriak, setelah itu pengendara motor yang menyerempet menghilang.
Polisi Sabhara yang berjumlah 20 orang lebih yang kebetulan berada di Polsek Tikala samping SMA Negeri 4 Perkamil mendengar teriakan korban. Korban bersama temannya diikuti hingga Supermarket Perkamil Jaya.
Dua orang teman korban dipanggil oknum Sabhara yang tanpa konfirmasi terkait kejadian yang baru saja terjadi langsung
melakukan penganiayaan kepada dua teman korban hingga korban masuk saluran air dekat supermarket.
Melihat dua teman mereka sudah dianiaya, korban Yehezkiel bersama seorang teman menggunakan sepeda motor langsung melarikan diri ke arah Perumahan Malendeng Residence dekat ringroad.
Bak singa yang kelaparan oknum Sabhara mengejar mereka, tepat di terowongan dekat Perumahan Malendeng Residence korban dianiaya.
Korban besama 4 teman korban dibawa ke Polsek Tikala sekitar pukul 3.00 Wita, sementara seorang teman mereka lolos dari penganiayaan karena sudah pulang saat kejadian penganiayaan. Ke-5 korban dipaksa jalan jongkok dari jalan raya hingga kantor Polsek Tikala yang berjarak puluhan meter.
Tanpa perikemanusiaan, lima korban penganiayaan ini sambil berjalan masih dianiaya, dipukul, ditendang menggunakan sepatu lars hingga gigi dari korban Yehezkiel rontok. Lima korban penganiayaan ini mengalami banyak luka di tangan, kaki hingga luka lebam di wajah.
Usai menganiaya, puluhan anggota Sabhara ini meninggalkan kantor Polsek Tikala, selanjutnya para korban ditangani anggota Polsek Tikala.
Sekitar pukul 09.00 Wita, orang tua salah-satu korban yakni Resa Wala mendatangi Polsek Tikala. Setelah diizinkan mengambil foto, sekitar pukul 11.00 Wita, 5 korban diantar orang tua dari korban Resa Wala melapor ke Propam Polda Sulut.
Sekitar pukul 13.00 Wita, korban Resa Wala menjalani visum et repertum di Rumah-Sakit Bhayangkara Karombasan. Orang tua Yehezkiel baru mengetahui pukul 17.00 WITA. Korban Yeheskiel divisum di Rumah-Sakit Bhayangkara pukul 23.00 Wita.
Ketika itu, Jutry Tumimomor, mewakili orang tua para korban menyesalkan respon negatif Polda Sulut, sejak dilaporkan pada 13 Desember 2017 belum mendapat tanggapan serius.
“Sekitar 23 Januari 2018 korban Resa Wala didampingi orang tua di-BAP di Polda. Kemudian 24 Januari lima korban mendatangi Polda. BAP penyidik ada empat orang tiga perempuan dan satu laki-laki,” tutur Jutry.
Jutry Tumimomor berharap pihak Polda Sulut menuntaskan kasus penganiayaan berat ini. Menurut dia, polisi sebagai pengayom masyarakat mestinya memberikan rasa aman dan nyaman bukan sebaliknya menjadi pelaku pidana.
“Komitmen bapak Kapolda memberi raya aman dan nyaman kepada masyarakat dikotori oleh oknum-oknum polisi Sabhara ini. Jika anak-anak kami melakukan pelanggaran hukum mestinya diproses sesuai hukum, bukan dianiaya. Terbukti di Polsek Tikala tidak ditemukan senjata tajam pada anak-anak kami bahkan tidak ada bau minuman keras. Justru menurut anak-anak, oknum Sabhara yang berbau alkohol,” tukas Jutry Tumimomor.
Lanjut Jutry Tumimomor, pihaknya memiliki bukti penganiayaan melalui hasil visum yang sudah diserahkan kepada pihak kepolisian.
“Bahkan kami punya foto-foto luka lebam di wajah dan bagian tubuh lainnya dari para korban yang kami foto sendiri,” tandas Jutry.
(YerryPalohoon)