Manado – Pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020 dan dilantik awal 2021 lalu, diingatkan soal harmonisasi dan kekompakan.
Dr. Ferry Daud Liando, S.IP, M.SI, dari Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu, mengatakan di 6 bulan pertama, kekompakan pasangan kepala daerah akan diuji.
“Ujian berat yang akan mereka hadapi di 6 bulan pertama adalah ketika terjadi pengisian pejabat untuk mengisi jabatan tertentu,” jelas Ferry Liando kepada wartawan Manadonews.co.id di Manado, Selasa (21/9/2021).
Pasal 162 ayat 3 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, menyebutkan pengisian jabatan untuk eselon 2 dapat dilakukan setelah 6 bulan pelantikan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dalam hal pengisian jabatan birokrasi, sikap antara kepala daerah dan wakil kepala daerah kerap terjadi beda pendapat soal siapa dan soal siapa menduduki jabatan apa.
“Apalagi jika saat Pilkada, calon kepala daerah punya gerbong pendukung masing-masing. Sehingga ada upaya untuk saling mengklaim dan merebut jatah,” kata Liando.
Di sejumlah daerah di Indonesia, lanjut Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) ini, ada pimpinan daerah yang mewajibkan uang mahar bagi calon pejabat. Sebagian terendus, pelaku ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Semoga saja modus itu tak akan berlaku di kabupaten dan kota di Sulut,” tukas Liando mengingatkan.
Potensi konflik lainnya dapat terjadi ketika APBD perubahan diketuk DPRD. Saat itu proyek-proyek fisik ‘dilelang’.
Di beberapa daerah yang terjadi belakangan kata “lelang” tinggal sebatas nama. Tapi modus yang sesungguhnya terjadi adalah, soal siapa pemenang sudah ditentukan di awal.
“Konflik pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sering terjadi juga di fase ini. Karena baik kepala daerah maupun wakil kepala daerah sudah punya jatah masing-masing,” tutur Ferry Liando.
Data KPK bahwa hampir 81 persen calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Pilkada 2020 lalu, telah disponsori para cukong.
“Kompensasinya jika menang salah-satu adalah penguasaan dan pengaplingan proyek-proyek pemerintah,” tandas dosen politik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) ini.
Pasangan kepala daerah wajib menjaga kekompakan. Sebab, ketika konflik maka semua janji-janji mereka saat Pilkada akan buyar semua.
Konflik pemimpin daerah akan berdampak pada terpecahnya birokrasi pada dua gerbong.
“Jika birokrasi telah memiliki dua matahari, otomatis akan mengganggu kinerja pelayanan publik, berdampak pada uang rakyat,” kata Liando.
Sehingga, diperlukan komitmen kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk tetap menjaga harmonisasi.
“Kekompakan pasangan Olly Dondokambey dan Steven Kandouw (ODSK) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, patut dijadikan contoh seluruh pasangan kepala daerah di Sulawesi Utara,” pungkas Ferry Liando.
(JerryPalohoon)