Manado – Oknum dari partai politik (Parpol) dengan sengaja menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) orang lain untuk dimasukan sebagai anggota atau pengurus Parpol tanpa persetujuan, bisa dipidanakan.
Dosen ilmu politik Ferry Daud Liando mengatakan, setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Ketentuan pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Eleketronik dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
“Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 75 juta,” jelas Ferry Liando kepada wartawan di Manado, Selasa (16/8/2022).
Menurut informasi dari KPU RI dan Bawaslu RI bahwa terdapat banyak nama penyelenggara Pemilu yang dicatut namanya oleh Parpol sebagai anggotanya. Hal itu di peroleh KPU pada saat pengecekan NIK anggota Parpol dan ditemukan bayak penyelenggara yang tercatat.
“Bukan tidak mungkin ada banyak masyarakat yang juga namanya dicatut,” tambah Liando.
Untuk mengecek apakah namanya di catut, masyarakat bisa mengakses melalui aplikasi yang disediakan KPU. Hanya dengan mengimput NIK maka informasi sudah terlacak.
Sesuai Undang-Undang Pemilu bahwa Parpol calon peserta Pemilu harus mendaftar di KPU dan dilakukan proses verifikasi administrasi dan faktual. Khusus Parpol peraih kursi Pemilu 2019, hanya melalui verifikasi administrasi.
Syarat bagi Parpol calon peserta Pemilu harus memiliki kepengurusan di 34 provinsi, 75 persen kabupaten/kota dan 50 persen di jumlah kecamatan di setiap kabupaten/kota. Selain pengurus harus juga dilengkapi dengan kantor sekretariat dan anggota 1/1000.
“Selama ini ada banyak Parpol yang sulit memperoleh anggota. Banyak masyarakat yang tidak bersedia menjadi anggota Parpol. Karena itulah banyak Parpol berusaha memanipulasi anggotanya dengan mencatut nama orang,” tukas pakar tata kelola Pemilu ini.
Menurut Liando, terdapat sejumlah alasan mengapa masyarakat tidak mau menjadi anggota Parpol, di antaranya karir politik di Parpol tidak menjamin. Meskipun sudah lama menjadi kader tapi tidak menjamin untuk dipromosikan pada jabatan-jabatan politik. Menjadi calon legislatif atau kepala daerah justru banyak yang bukan kader Parpol.
“Hampir semua lembaga survei selalu menempatkan Parpol sebagai lembaga yang paling tidak dipercaya publik. Masyarakat trauma dengan prilaku elit yang korup dan sebagian besar tidak memiliki komitmen melayani masyarakat. Hal ini dianggap publik bahwa Parpol gagal membentuk kader-kadernya menjadi pemimpin yang baik,” pungkas Ferry Liando.
(JerryPalohoon)