Berita TerbaruBerita UtamaMinahasaSulawesi Utara

Warga Rumbia Wanprestasi, Kuasa Ahli Waris Pertimbangkan Minta Pembatalan Pengalihan Hak kepada BPN

×

Warga Rumbia Wanprestasi, Kuasa Ahli Waris Pertimbangkan Minta Pembatalan Pengalihan Hak kepada BPN

Sebarkan artikel ini

Langowan, Manadonews.co.id – Sebanyak kurang lebih 74 Kepala Keluarga (KK) Desa Rumbia dan sekitar, Kecamatan Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa, sepakat membayar ganti rugi senilai Rp3,5 Juta per hektar tanah kepada Meity Mamahit sebagai ahli waris Mogot Wenas.

Musyawarah antara masyarakat penggarap dan ahli waris yang diwakili kuasa ahli waris, Femmy Palohoon, dilaksanakan di Balai Desa Rumbia, Kamis (27/2/2020) lalu.

MANTOS MANTOS

Namun sayang, kesepakatan pembayaran ganti rugi dengan skema menyicil terhitung pertemuan tersebut hingga sekarang sudah lima bulan berlalu tidak ditepati oleh masyarakat.

Menurut kuasa ahli waris Mogot Wenas, Femmy Palohoon, sampai sekarang baru sembilan keluarga yang melakukan pembayaran menyicil, dua di antaranya sudah melunasi, sementara sebagian besar warga belum melakukan pembayaran sama sekali.

“Kalau tidak ada pembayaran maka saya sebagai kuasa ahli waris akan meminta pembatalan, atau  paling tidak penundaan penyelesaian proses pengalihan hak karena pihak masyarakat tidak menepati kesepakatan ketika itu turut disaksikan pejabat BPN Sulut dan Pertanahan Minahasa,” jelas Femmy Palohoon kepada wartawan Manadonews.co.id di Manado, Sabtu (1/8/2020) pagi.

Femmy Palohoon menyayangkan kebaikan ahli waris tidak direspons baik oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Padahal, sudah puluhan tahun tanah digarap tanpa pembayaran sedikitpun kepada ahli waris.

“Bahkan dalam rangka pengalihan hak saya sebagai kuasa ahli waris ikut mengurus pembuatan sertifikat untuk pengalihan hak dan sudah keluarkan uang yang tidak sedikit untuk operasional,” tukas Femmy dengan nada kecewa.

Femmy juga menyesalkan sikap Hukum Tua Desa Rumbia, Sonny Pendong, yang dinilai tidak membantu menyelesaikan kepentingan masyarakat yang dia pimpin.

Sonny Pendong, menurut Femmy Palohoon, diduga menghalang-halangi proses ganti rugi bagian dari kewajiban yang harus dipenuhi masyarakat sesuai hasil kesepakatan dalam rapat.

“Lalu saya sempat di halang-halangi masuk Rumbia bertemu masyarakat alasan Covid. Meskipun Jumat kemarin saya bisa masuk, ada dua warga bayar nyicil. Sekarang sudah new normal, aktivitas warga tidak lagi dibatasi asalkan patuhi protokol kesehatan,” tandas dia.

Hukum Tua Sonny Pendong, bahkan menurut Femmy Palohoon, memperhitungkan biaya operasional aparat desa. Padahal, yang dilakukan aparat desa untuk kepentingan masyarakat mereka sendiri.

“Kan lucu, bapak hukum tua memperhitungkan biaya yang mereka keluarkan, misalnya, ketika aparat desa bolak balik ke kantor pertanahan. Itu kepentingan siapa?” Tandas dia.

Jika pihak hukum tua memperhitungkan biaya, lanjut Femmy, dia juga akan memperhitungkan semua biaya operasional hingga ratusan juta rupiah yang sudah dikeluarkan.

Baca Juga:  Kasdam Merdeka Tinjau Karya Bakti Serentak Wilayah Kodim 1302/Minahasa di Danau Tondano

“Termasuk pembayaran kepada beberapa warga sebagai ganti rugi tanaman pada 2006 lalu hampir dua ratus juta rupiah. Karena uang pendaftaran 350 ribu saja diperhitungkan masyarakat, maka saya akan merinci semua biaya yang sudah saya keluarkan,” tegas Femmy.

Sehingga, lanjut Femmy, sikap wanprestasi masyarakat yang belum melakukan pembayaran ganti rugi maka dengan keadaan terpaksa dia dari pihak ahli waris akan mempertimbangkan permohonan penundaan penyelesaian pembuatan sertifikat kepada BPN. Warga dinilai tidak memanfaatkan waktu 10 bulan yang diberikan.

“Sekarang sudah 5 bulan berlalu. Mestinya pembayaran cicilan sudah setengah dari kewajiban. Saya anggap wanprestasi. Pelunasan pembayaran menjadi syarat penyerahan sertifikat yang diputuskan pada musyawarah lalu. Masyarakat tidak menepati kesepakatan sehingga pihak ahli waris akan mempertimbangkan kembali pengalihan hak tersebut,” jelas Femmy.

Hukum tua dan aparat termasuk di antara masyarakat yang terlibat proses pengalihan hak, menurut Femmy Palohoon, juga wanprestasi, tidak melaksanakan hasil musyawarah.

“Mestinya mereka (hukum tua dan aparat desa) jadi contoh untuk lebih dulu membayar. Tapi, hingga sekarang belum satupun perangkat desa yang menyicil,” terang Femmy sambil menambahkan pertimbangan menunda bahkan pembatalan berlaku untuk keseluruhan tanah seperti tercantum dalam surat yakni tanah pertanian dan tanah pekarangan rumah.

Sementara, Hukum Tua Desa Rumbia, Sonny Pendong, dikonfirmasi wartawan Manadonews, Sabtu (1/8/2020) siang, mengatakan bahwa pemerintah desa selalu mengingatkan kepada masyarakat untuk membayar dengan cara menyicil kepada kuasa ahli waris sesuai hasil musyawarah.

“Bahkan beberapa waktu lalu kami kumpul seluruh masyarakat. Saya sampaikan, jangan pikirkan sertifikat, tapi bayar dulu ganti rugi kepada ahli waris,” tukas Sonny Pendong.

Meski demikian untuk proses pembayaran, harap Sonny, pihak masyarakat juga berhak memegang kwitansi bukti pembayaran mengetahui hukum tua.

“Kalau perlu juga mengetahui camat. Hasil musyawarah lalu pembayaran ganti rugi sudah termasuk 350 ribu rupiah uang pendaftaran sudah diberikan kepada kuasa ahli waris,” tukas dia.

Terakhir, Sonny Pendong berharap kepada kuasa ahli waris untuk memahami kondisi masyarakat yang sedang kesulitan di tengah pandemi Covid-19.

“Karena dampak Covid bukan hanya di Rumbia tapi di seluruh dunia. Mudah-mudahan hingga Desember proses ganti rugi masyarakat bisa tercapai. Apalagi, sekarang sudah ada penetapan luas tanah dari BPN meskipun belum seluruhnya, sehingga masing-masing penggarap sudah mengetahui nominal yang akan dibayarkan,” jelas Sonny Pendong.

Diketahui, pada musyawarah yang dilaksanakan di Balai Desa Rumbia, Kamis, 27 Februari 2020 lalu, juga dirangkaikan dengan penyuluhan Redistribusi Tanah menghadirkan sejumlah pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil Sulawesi Utara dan Pertanahan Kabupaten Minahasa.

Baca Juga:  Penuhi Panggilan Polda Sulut, Lucky Senduk Berikan Keterangan di Dit Tipidter dan Dit Tipikor

Di antara yang hadir, Latri Sukriningsih, Kabid Penataan Pertanahan dan Eni Darmayanti, Kasie Landreform dari Kanwil BPN Sulut, Alex Wowiling, Kepala Kantor Pertanahan Minahasa, Jamilah, Kasie Penataan Pertanahan Minahasa dan Ketua KPA Sulut, Simon Aling.

Menurut Latri Sukriningsih, Kabid Penataan Pertanahan Kanwil BPN Sulut, setelah tercapai kesepakatan maka petugas BPN segera melaksanakan pengukuran tanah, selanjutnya mengeluarkan surat keputusan (SK) dan penerbitan sertifikat.

“Proses ini segera kami lakukan ketika ada kesepakatan antara masyarakat penggarap dan ahli waris, kami dari BPN bekerja sesuai aturan. Silakan masing-masing siapkan KTP, KK dan PBB bagian syarat administrasi. Yang belum ada KTP minta surat keterangan kependudukan dari catatan sipil karena kami perlu NIK,” jelas Latri Sukriningsih.

Seperti halnya program sertifikasi tanah lainnya, program direstribusi berasal dari tanah absentee, lanjut Latri Sukriningsih, pihak BPN tidak memungut biaya sepersenpun.

“Mulai dari sosialisasi, pengukuran, SK, hingga penerbitan sertifikat semua gratis, kecuali BPHTB untuk pemerintah kabupaten. Namun BPHTB bisa ngutang tidak mempengaruhi penerbitan sertifikat,” tukas dia.

Ketika itu, Femmy Palohoon sebagai kuasa ahli waris, menyampaikan terima-kasih kepada masyarakat penggarap yang bersedia membayar ganti rugi kepada ahli waris.

“Pihak ahli waris hanya menjalankan amanat undang-undang tahun 1992. Sekian puluh tahun tanah digarap masyarakat, pasti tidaklah keberatan membayar ganti rugi tanah yang terbilang sangat murah yakni 3,5 juta per hektar atau 350 rupiah per meter,” tukas Femmy.

Lanjut Femmy, sertifikasi melalui program direstribusi tanah pasentee memberi kepastian hukum kepada masyarakat penggarap menjadi pemilik sah atas tanah yang diduduki.

“Seperti dijelaskan bapak ibu dari BPN tadi bahwa melalui sertifikasi sangat menguntungkan masyarakat penggarap. Juga penjelasan bapak hukum tua bahwa NJOP tanah di sini sudah mencapai 5.000 per meter,” tandas Femmy.

Diketahui, hasil musyawarah kurang lebih 74 KK dituangkan dalam berita acara menyepakati pembayaran ganti rugi tanah total luas 124 hektar kepada ahli waris bisa menyicil terhitung sejak pelaksanaan musyawarah dan dilunaskan paling lambat Desember 2020.

(MaikelYerry)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari MANADO NEWS di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP
Example 120x600
Berita Terbaru

GORONTALO,MANADONEWS.CO.ID- Kodim 1304/Gorontalo menggelar tes Kesegaran Jasmani (Garjas) Periodik semester I tahun 2025, yang berlangsung di Lapangan Merdeka Jalan Achmad Nadjamuddin, Kelurahan Limba U II, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo,…