Manado – Toleransi antar umat beragama serta toleransi saling menghargai adat istiadat antar etnik dan kebudayaan di Indonesia merupakan modal positif dalam mengkonsolodasi keutuhan NKRI.
Banyak negara mengakui Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi kebhinekaan dan perbedaan.
Namun demikian toleransi antar umat beragama maupun toleransi antar etnik kerap diuji saat pemilu atau pilkada.
Pendapat ini disampaikan Dosen Kepemiluan, Ferry Daud Liando, ketika memberikan materi pada Dialog Demokrasi Anak Muda dengan topik “Kolaborasi Milenial Antar Agama Dalam Mewujudkan Kualitas Pemilu 2024”, Rabu, 10 Mei 2024.
Dialog yang juga menghadirkan narasumber Peneliti Politik LIPI, Wasisto Raharjo Jati, Phd, dilaksanakan di Kantor Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Sulut.
Menurut Liando, banyak pemilih yang sikap pilihan dan dukungan mengikuti kesamaan etnik atau kesamaan agama dengan calon.
“Namun demikian hal-hal yang tidak terkontrol adalah penggunaan sentimen agama atau etnik untuk melumpuhkan calon lain yang tidak didukungnya,” terang Liando.
Para relawan atau tim pemenangan kerap melumpuhkan lawan-lawan dengan sentimen suku, agama atau ras.
“Sehingga, saat menjelang kampanye para tokoh agama perlu memperkuat konsolidasi dalam rangka mencegah gesekan yang mengganggu toleransi antar umat beragama,” tukas dia.
Masyarakat Sulut harus berbangga karena Sulut menjadi barometer sebagai daerah yang sangat menjunjung tinggi toleransi.
“Meskipun agama, etnik dan sukunya berbeda tidak lantas membangkitkan rasa permusuhan walaupun berbeda dukungan,” jelas dosen ilmu politik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) ini.
(JerryPalohoon)