Manado – KPU RI baru saja mengundangkan PKPU No 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Di peraturan terbaru ini terjadi banyak perubahan di antaranya pemberlakuan sanksi tidak diatur dalam PKPU, menyerahkan penindakan ke Bawaslu dan penegakan hukum lain.
Menurut dosen ilmu politik Unsrat, Ferry Daud Liando, Undang-Undang Pemilu menyebut bahwa kampanye adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu.
“Saya sangat pesimis jika kampanye akan memberikan hasil sebagaimana harapan,” jelas Ferry Liando kepada wartawan di Manado, Selasa (25/7/2023).
Menurut dia, setidaknya ada dua alasan mengapa kampanye tidak akan efektif.
Pertama, kalaupun DPR atau DPRD diberikan ruang untuk merumuskan kebijakan, namun visi dan misi yang disampaikan saat kampanye akan sangat mustahil diperjuangkan karena pengambilan keputusan soal pilihan kebijakan lebih besar ditentukan oleh kepentingan para ketua-ketua parpol.
“Semua anggota DPR/DPRD tidak berjuang atas kepentingannya. Jika melawan maka terancam akan di-PAW,” kata Liando.
Kedua, kampanye tidak akan bermanfaat jika para caleg atau pemilih itu irasional atau pragmatis.
Kampanye dimaksudkan agar terbangun komunikasi politik antara caleg dengan pemilih tentang apa yang hendak diperjuangkan jika caleg itu terpilih.
Namun demikian komunikasi politik itu terputus karena faktor transaksi atau imbalan. Banyak caleg yang enggan berkampanye karena hanya memanfaatkan uang untuk membeli suara pemilih.
“Sebagian besar pemilih tidak percaya dengan janji-janji caleg dan lebih memilih menjual suaranya,” tukas Ferry Liando.
(JerryPalohoon)