Berita TerbaruBerita UtamaHukum & KriminalMinahasa

Dua Tahun Mengendap, Polda Sulut Terkesan tidak Serius Menyelesaikan Dugaan Kasus Korupsi Dana Desa

×

Dua Tahun Mengendap, Polda Sulut Terkesan tidak Serius Menyelesaikan Dugaan Kasus Korupsi Dana Desa

Sebarkan artikel ini

Manado – Laporan dugaan kasus korupsi Dana Desa oleh Kepala Desa Rumengkor Satu, Kecamatan Tombulu, Kabupaten Minahasa, hingga kini masih mengendap di bagian Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Polda Sulut.

Padahal, laporan yang dilayangkan masyarakat sejak akhir 2019 tersebut, telah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Provinsi melalui laporan hasil perhitungan kerugian negara sebagai salah satu syarat utama menyelidikan ke tahap selanjutnya, sudah diserahkan kepada pihak bagian Tipikor Polda Sulut sekitar Juli 2021 lalu.

MANTOS MANTOS

“Sudah dua tahun lebih (sejak dilaporkan 2019), lalu pihak Tipikor bilang menunggu laporan perhitungan kerugian negara dari Inspektorat. Tim Inspektorat Provinsi sudah bekerja dan menyerahkan hasil, saya sudah cek kepada Kepala Inspektorat Provinsi bapak Meiky Onibala dan Inspektur ibu Mirnawaty Amu, sudah diserahkan (ke Polda Sulut) sekitar 5 Juli 2021. Sebenarnya sampai kapan proses penyelidikan?” jelas Jeffrie Taroreh, pelapor dugaan kasus, kepada wartawan Manadonews.co.id, Rabu (19/1/2022) pagi.

Polda Sulut melalui Kabid Humas Kombes Pol Jules Abraham Abast yang dikonfirmasi melalui komunikasi hp, Rabu (19/1/2022) siang, menjawab melalui pesan WA akan melakukan pengecekan.

Meski demikian diakui Kombes Pol Jules Abraham Abast, jika penanganan kasus masih penyelidikan maka belum bisa disampaikan.

“Nanti saya cek. Tapi kalo ada penanganan kasusnya dan masih penyelidikan dr kita belum bisa sampaikan pak. Mar nanti mo ba tanya dulu,” jelas Abraham Abast.

Kabid Humas Kombes Pol Jules Abraham Abast yang pernah dikonfirmasi 2 Desember 2021 lalu, juga menjawab sama.

Anggota DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk, mendorong pihak kepolisian lebih serius menangani dugaan kasus dana desa.

“Karena dana triliunan dari pemerintah pusat ini bertujuan pada peningkatan pembangunan infrastruktur untuk kesejahteraan masyarakat. Pelapor dugaan korupsi dana desa juga patut diberi apresiasi, karena tidak semua orang memiliki keberanian untuk melapor,” kata legislator terbaik periode 2014-2019 peraih penghargaan Forward Award ini.

Polda Sulawesi Utara (Sulut) telah menyurati Inspektorat Daerah Provinsi untuk melakukan audit penghitungan kerugian negara dugaan korupsi dana desa yang dilakukan oknum Hukum Tua Desa Rumengkor Satu, Kecamatan Tombulu, Kabupaten Minahasa.

Mengetahui sejauh mana proses investigasi yang sudah dilakukan, Jefry Taroreh, warga Desa Rumengkor Satu, mendatangi Inspektorat Sulut di belakang Kantor Gubernur, Jalan 17 Agustus Kota Manado, Jumat (30/4/2021).

Diberitakan sebelumnya, Yohanis Korengkeng, Hukum Tua Desa Rumengkor Satu, Kecamatan Tombulu, Kabupaten Minahasa, diduga telah melakukan penyelewengan Dana Desa (Dandes) sejak 2017 hingga 2019.

Baca Juga:  Homo Economicus, Rocky Gerung: Seorang Preman (Juga) Berpikir Rasional

Dugaan penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi telah dilaporkan Jefry Taroreh, perwakilan warga Rumengkor Satu, kepada Kejari Minahasa pada 27 September 2019, Polda Sulut 5 Desember 2019 dan Ombudsman RI perwakilan Sulut 19 Desember 2019.

Jefry Taroreh mengungkapkan beberapa dugaan penyelewengan dana desa di antaranya, penyalagunaan dana awal Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), pembuatan tembok dan talud tidak mengikuti spek, serta pembangunan jalan tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB).

“Bangunan Bumdes dibangun di samping rumah hukum tua hanya dijadikan garasi tanpa aktivitas. Ketua Bumdes istri hukum tua. Jalan dibangun baru setahun lebih sudah rusak,” jelas Jefry Taroreh kepada wartawan Manadonews.co.id, Sabtu (7/3/2020) lalu.

Jefry juga membeberkan dugaan korupsi Hukum Tua Yohanis Korengkeng dengan modus upah kerja ditandatangani pekerja di blanko kosong, pembelian pipa air di bawah standar dan praktik gratifikasi.

“Gratifikasi pembuatan jalan disertai imbalan tanah satu kapling. Dana pembelian pipa air 150 juta, dibelanjakan hanya 50 juta, yang dibeli pipa di bawah standar,” terang Jefry.

Dugaan penyelewengan lainnya, menurut Jefry, pemerasan kepada Keluarga Freddy Lendo-Merung sebesar Rp12 Juta. Alasan hukum tua untuk ganti rugi sewa alat penggusuran. Padahal, sewa alat diduga hanya Rp4 Juta.

“Kemudian retribusi air 197 KK per bulan 10 ribu, total uang terkumpul 66 juta. Ketika warga mengeluh ganti pipa air karena longsor pada 2019 uang sudah tidak ada, diduga sudah digunakan aparat desa. Anehnya, sejak kasus-kasus dilaporkan retribusi air sudah ditiadakan,” tandas dia.

Tak hanya dana desa, Hukum Tua Yohanis Korengkeng juga diduga menyelewengkan anggaran program Pemda Minahasa di antaranya program bedah rumah dan makanan tambahan balita 2017 tidak disalurkan Rp1,9 Juta dan 2018 sebesar Rp3,6 Juta.

“Bedah rumah sekitar 2018, mereka (aparat desa) hanya foto rumah warga sudah jadi kemudian dijadikan bukti pertanggungjawaban,” tutur Jefry.

Lanjut Jefry Taroreh, akibat implementasi program pembangunan Hukum Tua Yohanis Korengkeng diduga sarat penyimpangan, sekretaris dan bendahara desa putuskan mengundurkan diri karena tidak mau terjerat masalah hukum.

“Mereka mengundurkan diri karena takut terjerat hukum akibat penggunaan anggaran desa hanya semau-maunya hukum tua. Saya berharap pihak Kejati, Polda dan Ombudsman menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan dana desa sejak 2017 hingga 2019 ini, sudah saya laporkan,” pungkas Jefry.

Baca Juga:  Menghidupkan Semangat Orang Muda Katolik: Kisah Fregina Meggy Togelang

Berikut masalah dan dugaan penyelewengan anggaran termasuk dana desa oleh Hukum Tua Rumengkor Satu Yohanis Korengkeng:

1. 2017 modal awal dana Bumdes Rp50 Juta, 2018 dana awal Rp100 Juta. Ketua Bumdes istri hukum tua. Bangunan Bumdes di samping rumah hukum tua hanya dijadikan garasi tanpa aktivitas Bumdes. Alasan hukum tua dana Bumdes dipinjamkan ke ibu-ibu.

2. Makanan tambahan balita (Dinsos Pemkab Minahasa) 2017 tidak disalurkan Rp1,9 Juta dan 2018 sebesar Rp3,6 Juta.

3. 2018 pembuatan tembok tinggi 4 meter panjang 100 meter dan timbunan 100 meter, dikerjakan hanya 26 meter dan timbunan hanya 3 meter. Anggaran Rp240 Juta, tiga hari kemudian papan proyek dicabut.

4. Jalan dibangun 2018 tapi sudah rusak karena tidak sesuai rencana anggaran biaya (RAB).

5. Pembuatan tembok pribadi pakai dana desa.

6. Sejak 2017 hingga 2019, upah kerja para pekerja disuruh tandatangan di blanko kosong.

7. Dana pembelian pipa air Rp150 Juta, dibelanjakan hanya Rp50 Juta, yang dibeli pipa di bawah standar.

8. Program bedah rumah (Dinsos Pemkab) sekitar 2018, hanya foto rumah warga sudah jadi kemudian dijadikan bukti pertanggungjawaban.

9. Pemerasan kepada Keluarga Freddy Lendo-Merung sebesar Rp12 Juta, alasan hukum tua untuk ganti rugi sewa alat penggusuran. Padahal, sewa alat diduga hanya Rp4 Juta. Rp8 juta kemana? Karena tidak masuk ke kas desa.

10. Gratifikasi pembuatan jalan dengan imbalan hukum tua dapat 1 kapling tanah dari warga.

11. Retribusi air 197 KK per bulan Rp10 Ribu, total Rp66 Juta. Ketika warga mengeluh ganti pipa air karena longsor pada 2019 uang sudah tidak ada, diduga sudah digunakan aparat desa. Anehnya, sejak kasus-kasus dilaporkan retribusi air sudah ditiadakan.

12. Kantor desa sudah rusak karena tidak difungsikan.

Hukum Tua Yohanis Korengkeng yang dikonfirmasi wartawan ketika itu hanya menjawab singkat via pesan WhatsApp (WA).

“Semua itu bohong, semua terealisasi,” tulis hukum tua, Senin (9/3/2020) lalu.

(JerryPalohoon)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari MANADO NEWS di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *