Pendidikan dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan, keduanya memiliki korelasi. Korelasi yang dimaksud ialah menekankan pada pengaruh perkembangan pendidikan manusia dan perkembangan kebudayaan manusia, dimana pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, sedangkan kebudayaan adalah sesuatu kebiasaan yang harus dipelajari, learning behaviour.
Esensi kebudayaan kita memiliki nilai pendidikan dan pengajaran, sehingga dari penemuan esensial itu kita memperoleh bentuk pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Sehingga terbentuklah karakter bangsa Indonesia yang berbasis nilai budaya Nusantara. Bukan yang diwarnai dan dibentuk oleh pemikiran yang bersumber dari kebudayaan Barat yang merasuki karakter bangsa Indonesia.
Pendidikan saat ini hanya mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan peserta didik. Jika peserta didik sudah mencapai nilai atau lulus dengan nilai akademik memadai/di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), pendidikan dianggap sudah berhasil. Pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa di dalam diri peserta didik semakin terpinggirkan. Rapuhnya karakter dan budaya dalam kehidupan berbangsa bisa membawa kemunduran peradaban bangsa. Padahal, kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara.
Kenyataan yang terjadi, generasi bangsa atau peserta didik saat ini telah kehilangan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Lewat kemajuan teknologi yang begitu pesat membawa anak-anak kita terbuai ke hal-hal yang negatif. Generasi milenial atau generasi melek teknologi merupakan sebutan yang pas bagi anak-anak zaman sekarang ini dimana smartphone, meluasnya internet, dan munculnya jejaring sosial atau media sosial yang sangat mempengaruhi pola pikir, nilai-nilai dan perilaku yang dianut. Generasi milenial memiliki keunikan yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sebab yang paling mencolok dari generasi milenial ini adalah soal pembangunan teknologi, budaya pop, dan kecanduan gadget. Kehidupan generasi milenial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama internet, entertainment/hiburan yang kini telah menjadi kebutuhan pokok bagi generasi ini. Mereka lebih cenderung senang berlama-lama menatap layar smartphon-nya tidak peduli dengan orang yang berada disekitarnya. Pengaruh negatif lainnya, membuat generasi Indonesia cenderung menyukai hal-hal konyol dan mudah memamerkan sikap serta perbuatan yang tidak bermoral ke dunia maya karena lebih cepat populer daripada hal-hal yang bermanfaat. Bahkan mereka lebih suka mencari tempat untuk berselfie yang menarik perhatian banyak orang, dibandingkan mencari tugas yang diberikan guru dari sekolah.
Karakter dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sangat penting diterapkan bagi generasi penerus, akhirnya hancur akibat penyalagunaan teknologi. Tidak ada yang dapat dipersalahkan, sebab kecanggihan teknologi adalah bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan manusia. Seiring berjalannya waktu penemuan-penemuan baru ditemukan.
Pertanyaannya, bagaimana kita mampu mengembalikan dan mempertahankan budaya bangsa Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai moral, ditengah kemajuan teknologi?
Ini merupakan tugas dari guru. Sehebat apapun sistem pendidikan yang dibuat pemerintah dan sebaik apapun visi-misi yang dirancang oleh pemerintah, jika penerapan pendidikan itu tidak dilaksanakan berdasarkan sistem, visi-misi bahkan yang paling penting adalah karakter dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia terhadap perserta didik, maka dampak negatif dari perkembangan teknologi akan semakin menjiwai kehidupan generasi penerus atau peserta didik. Karena secara tidak langsung kita telah menciptakan generasi yang hanya sekedar terpelajar tetapi tidak terdidik.
Di sekolah guru adalah aktor utama penyelenggaraan pendidikan. Sebab Indonesia penuh dinamika dengan segala dimensinya utamanya berkaitan dengan kepribadian. Guru adalah mata rantai terpenting yang menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan, guru harus mampu menjadi pemimpin dan agen pembahas. Sekarang untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan tanggap semakin berat. Sikap profesional seorang guru sangat diperlukan dalam mengahadapi pendidikan di era digital ini. Pendidikan tidak cukup hanya pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga harus mampu mengembangkan potensi bahkan terlebih karakter dari peserta didiknya.
(Penulis: Inggryani R.V Ulaen, S.Pd, M.Pd)
Referensi:
Kirania Maida. 2012. Kitab Suci Guru; Motivasi Pembakar Semangat Untuk Guru.Yoyagkarta:
Araska
Hariansyah. 2018. Milenials; Bukan Generasi Micin. Lampung: Guepedia
Darmandi. 2018. Guru Abad 21; Perilaku dan Pesona Pribadi. Lampung: Guepedia