Manado – Anggota legislatif yakni DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah wakil rakyat yang berkewajiban menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah atau eksekutif.
Menyalurkan aspirasi, anggota legislatif wajib berbicara menyampaikan aspirasi sekaligus mengkritisi kebijakan eksekutif yang keliru atau tidak berpihak kepada rakyat.
Namun sayang, tidak semua anggota legislatif yang dipilih memiliki kemampuan berbicara, paling tidak punya kemauan untuk berbicara.
Pengamat politik dan pemerintahan dari Tumbelaka Academic Centre (TAC), Taufik Manuel Tumbelaka, mengatakan kualitas pemerintahan daerah salah satunya ditentukan kualitas kritik dan masukan-masukan berkualitas yang disampaikan oleh anggota DPRD.
“DPRD bagian dari pemerintahan daerah artinya anggota DPRD harus memiliki kemampuan berbicara, yakni menyampaikan atau mengungkap permasalahan sesuai aspirasi masyarakat disampaikan kepada eksekutif,” ujar Taufik Tumbelaka kepada wartawan Manadonews.co.id di Manado, Senin (22/6/2020).
Berbicara dalam hal ini, lanjut Tumbelaka, termasuk menyampaikan kritik membangun kepada pemerintah daerah dari tingkatan tertinggi yakni Gubernur, Walikota, Bupati, hingga tingkatan terendah di Kelurahan atau Desa.
“Masalahnya di sini, tidak semua anggota DPRD punya kemampuan berbicara. Meskipun baru jika punya keinginan belajar pasti jadi tahu. Namun, disayangkan banyak anggota DPRD hingga habis periode tidak pernah atau jarang berbicara diekspose media,” tandas Tumbelaka.
Taufik Tumbelaka mendorong partai politik (Parpol) menciptakan kader berkualitas dipersiapkan duduk di lembaga legislatif.
“Selain eksekutif, Parpol berkewajiban persiapkan kader berkualitas di legislatif melalui pelatihan atau sekolah kader agar mereka tidak hanya ikut mata di tengah legislator rajin berbicara. Anggota DPRD musti inga istilah Le Parle (terkait Parlemen) yang artinya katakanlah, bicaralah. Maksudnya, bicara untuk kepentingan rakyat. Jangan jadi wowo,” tutur mantan aktivis mahasiswa UGM ini diakhiri dengan ungkapan dialeg Manado.
Sebelumnya diberitakan media, Ketua DPD PDI Perjuangan (PDIP) Sulawesi Utara (Sulut), Olly Dondokambey, mempertanyakan peran Fraksi PDIP di DPRD Kota Bitung.
Menurut Olly Dondokambey, Fraksi PDIP Kota Bitung lebih banyak diam atau wowo (bahasa Manado, red) dan dirinya sangat jarang mendengar suara delapan kader PDIP di media.
“Tugas anggota DPRD itu untuk bicara dan fraksi dibayar rakyat untuk bicara bukan wowo,” kata Olly Dondokambey saat menyerahkan bantuan secara simbolis kepada pengurus Ranting dan PAC se-Kota Bitung, Sabtu (20/6/2020).
Olly Dondokambey membandingkan dengan Fraksi PDIP di DPRD Sulut yang setiap hari “ribut” di media, baik mengkritik pemerintah ataupun memberikan masukan serta menyuarakan aspirasi rakyat.
“Siapa ketua fraksi? Geraldi, kalu ngana nemau bicara kita ganti pa ngana. Kalian dibayar rakyat untuk bicara bukan bapacol,” tegas Olly Dondokambey.
Olly Dondokambey meminta agar kader PDI Perjuangan di DPRD Kota Bitung bicara apa saja agar masyarakat tahu dan tidak merasa rugi membayar gaji anggota DPRD.
“Silakan bicara apa saja, asalkan benar dan bukan hoax. Tujuannya agar masyarakat tahu soal kondisi pemerintahan dan apa saja yang dilakukan pemerintah saat ini,” tukas Dondokambey.
(YerryPalohoon)