Jakarta – Food Estate (lumbung pangan) merupakan bagian dari Sistem Pangan Nasional Berkelanjutan, terutama melalui Penguatan Cadangan Pangan. Sistem Pangan Nasional melahirkan gerakan yang saling berkesinambungan. Pertama melalui kegiatan Bantuan Pangan untuk rumah tangga rawan pangan, kegiatan ini untuk menjamin ketahanan pangan, memperkuat daya beli, serta menciptakan kegiatan padat karya bagi tenaga kerja pertanian untuk meningkatkan pendapatan.
Kedua, melalui kegiatan produksi domestik berkelanjutan dan ketersediaan untuk mencukupi kebutuhan atau permintaan pangan berkualitas dan aman. Kegiatan ini berupa pertanian presisi, pertanian skala besar terintegrasi, integrasi elektronik data pangan, asuransi pertanian, dan manajemen resiko.
Ketiga, melalui lingkungan kondusif pengembangan industrialisasi pangan lokal, kegiatan ini menitik beratkan pada penguatan stimulus pangan, bantuan subsidi untuk industri dan masyarakat daya beli rendah, menjamin tata niaga pangan, dan memperkuat penyimpanan, pengolahan, dan manufaktur.
Keempat, melalui stabilitas akses pangan dimana akan meningkatkan keuntungan dan keberlanjutan produksi pangan, pengendalian inflasi pangan, promosi, labeling, pengemasan, keamanaana pangan, dan informasi pangan.
Kelima, melalui penguatan korporasi petani dan distribusi pangan, dalam kegiatan ini terdapat pengembangan food estate.
Pada Juli lalu, Presiden Joko Widodo telah meninjau lokasi yang akan digunakan sebagai pengembangan lumbung pangan nasional di Provinsi Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulau Pisang. Di Kabupaten Kapuas telah disiapkan lahan potensial seluas 20.704 hektare yang akan digunakan untuk pengembangan lumbung pangan baru.
Provinsi Sumatera Utara juga menjadi prioritas dalam pengembangan lumbung pangan. Pemerintah menetapkan area yang akan dijadikan sebagai percontohan pengembangan lumbung pangan baru terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan.
“Ini (Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara) yang ingin kita prioritaskan terlebih dahulu meskipun juga ada rencana akan kita lanjutkan setelah ini. Sudah mulai pengerjaan di lapangan untuk di provinsi yang lain seperti di Papua, NTT, dan Sumatera Selatan. Tetapi ini akan kita diskusikan setelah yang dua ini betul-betul bisa berjalan,” kata Presiden beberapa waktu lalu.
Berdasarkan perencanaan Food Estate yang telah masuk ke Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Pengembangan Food Estate terpadu hulu hilir akan dilakukan dengan berbasis pertanian digital dan korporasi petani. Konsep pengembangan yang akan dijalankan pertama-tama dengan membangun memetakan cluster berbasis korporasi petani; kedua akan dibangun supporting system; ketiga akan dilakukan proses budidaya melalui tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan pertenakan; keempat dengan proses hilirisasi; dan kelima distribusi logistik.
Pengerjaan pembangunan Kalimatan Tengah sebagai wilayah lumbung pangan akan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama di tahun 2020 – 2022, dimana tahun ini akan menggunakan lahan sebesar 30.000 hektar sawah dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja sebesar 60.000 orang, dan bekerjasama dengan 30 korporasi petani. Kemudian tahun depan hingga 2022 akan digunakan 118.000 hektar sawah dengan potensi menghasilkan 591 ribu ton Gabah Kering Panen (GKP), melalui lahan tersebut diharapkan dapat menyerap 268.000 tenaga kerja.
Tahap kedua akan dilakukan pada 2023, dengan luas lahan yang digunakan mencapai 662.000 hektar sawah. Dengan luas tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 2,8 juta ton GKP dan 1,4 juta ton beras dengan total pekerja 1,4 juta orang.
Selain beras, wilayah Food Estate di Kalimantan Tengah juga akan diusulkan untuk menjadi perkebunan singkong. Luas lahan yang rencananya akan digunakan yakni sebesar 600.000 Ha, dan akan dikelola dengan skema militer.
Semoga pengembangan Food Estate ini akan menjadi jalan keluar untuk menyiasati masalah pangan di Indonesia, terlebih selama masa pandemi ini.
(***/YerryPalohoon)