Example floating
Example floating
Berita TerbaruBerita UtamaHukum & Kriminal

Menangkis Serangan Persoalan Obat dan Makanan di Indonesia

×

Menangkis Serangan Persoalan Obat dan Makanan di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Komjen Pol Ari Dono Sukmanto/ist
Komjen Pol Ari Dono Sukmanto/ist
Komjen Pol Ari Dono Sukmanto/ist

Press Release Kabareskrim Polri

Kompleksitas masalah obat dan makanan di Indonesia, menuntut penyelesaian atas persoalan itu dengan segera. Sebabnya karena ancaman dari obat dan makanan yang bermasalah, menyerang seluruh pengguna obat dan makanan yang konsumennya merupakan warga negara Indonesia. Menjawab problema itu, Kepolisian Republik Indonesia serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan kini lebih menyinergikan kembali kerjasama dengan menghadirkan Pedoman Kerja antar kedua instansi.

MANTOS MANTOS

Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto menyatakan hal itu, usai pelaksanaan video confrence antara Polri dengan BPOM di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Menurut Ari, sinergi melalui pedoman kerja antar kedua instansi merupakan bentuk konkrit perlindungan dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

“Sinergitas antar instansi ini menandakan wajah baru khususnya penyelesaian masalah tindak pidana yang terkait dengan obat dan makanan di wilayah hukum Indonesia. Pedoman kerja yang kemudian hari menjadi acuan ini merupakan kelanjutan dari MoU pada Februari lalu. Terutama untuk menghadirkan kepastian hukum bagi masyarakat dan membuat para pelaku berpikir ulang karena telah disiapkannya pasal berlapis yang akan dikenakan kepada mereka,” kata Ari.

Khusus yang memiliki kaitan dengan penegakan hukum, tambah Ari, UU RI No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP serta UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan telah menjabarkan kewenangan masing-masing instansi.

“Regulasi telah menyatakan bahwa BPOM melalui PPNS juga diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU Kesehatan. Meski demikian, dalam pelaksanaan tugasnya, PPNS berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Selaiin itu, masih berdasarkan undang-undang, BPOM tidak memiliki kewenangan dalam hal upaya paksa, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan. Sehingga dalam pelaksanaan upaya paksa tersebut memerlukan bantuan Polri. Bukan hanya itu, BPOM tidak memiliki kewenangan dalam penerapan TPPU, sehingga perlu juga koordinasi dengan Polri terhadap pelaku TP TPPU dengan Tindak Pidana asal UU Kesehatan yang ditangani oleh BPOM. Ini yang akan mengubah wajah penindakan hukum terkait tindak pidana obat dan makanan,” ungkap Ari.

Data BPOM mencatat pada periode 2013-2015, obat palsu dan ilegal didominasi golongan disfungsi ereksi, antibiotik, antipiratik-analgetik, antihipertensi, dan antihistamin. Periode Januari-Juni 2016, BPOM telah mengidentifikasi 17 merek obat palsu yang didominasi golongan vaksin, anti-tetanus serum, serta obat disfungsi ereksi. Kerja sama antara Polri dan Badan POM dalam hal pendampingan baik teknis maupun taktis, telah berhasil mengungkapkan beberapa kasus. Misalnya, pengungkapan 33 produk pangan ilegal tanpa izin edar yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 33 miliar. Ribuan kemasan produk pangan ilegal itu kini telah menjadi sitaan BPOM. Penyelidikan atas masuknya barang makanan minuman ilegal ini langsung ditangani Polri. Ada pula pengungkapan kasus vaksin palsu melalui pembentukan satuan tugas yang terdiri atas BPOM, Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, untuk menyelidiki dan mengevaluasi vaksin palsu mulai dari hilir hingga ke hulu.

Sementara itu, Kepala Bagian Kerjasama Biro Pembinaan dan Operasional (Kabag Kerma Robinopsnal) Bareskrim Polri, Kombes Pol. Heru Dwi Pratondo menyampaikan bahwa hingga saat ini kerjasama antara Polri dengan BPOM sudah memiliki wujud konkrit dan terdiri dari berbagai bentuk.

“Kerja sama Polri dengan BPOM hingga saat ini terus berjalan antara lain pelaksanaan pelatihan teknis penyidikan oleh Polri kepada calon atau PPNS pada BPOM, kerja sama dalam pemberian keterangan ahli dan bantuan pemeriksaan laboraturium terhadap obat dan makanan. Selain itu juga pelaksanaan pertukaran informasi tentang adanya pelanggaran UU Kesehatan dan penindakan bersama pada tempat tindak pidana. Intinya kerjasama itu melibatkan tukar menukar data atau informasi, koordinasi pengawasan obat dan makanan, kerjasama dalam penegakan hukum dan peningkatan SDM,” pungkas Heru.(*)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *