Manado – Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dalam upaya melakukan sosialisasi dan edukasi menggelar Dialog Rancangan Undang -undang (RUU) KUHP yang bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat serta partisipasi publik dalam pembahasan yang digelar, Selasa, 20 September 2022, di Hotel Four Points Manado.
Kegiatan diisi dengan pemaparan materi oleh para narasumber yang menjabarkan materi terkait pembaruan hukum pidana, 14 isu krusial RUU KUHP, dan 17 keunggulan RUU KUHP sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern.
Menghadirkan 3 pembicara yakni Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H, M.A, Ph.D, Guru Besar Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. R. Benny Riyanto, S.H, M.Hum, CN dan Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Dr. Yenti Garnasih, S.H, M.H.
Secara garis besar materi yang dibawakan hampir sama yakni terkait RKUHP dan mereka mendukung agar segera disahkan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo, mendorong agar Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) segera disahkan. Dia mengatakan saat ini sudah saatnya Indonesia memiliki KUHP sendiri.
“Kalau kita berpikir KUHP umurnya sudah lebih dari 100 tahun, dan itu peninggalan kolonial Belanda. Jadi, sudah masanya kita punya KUHP Nasional yang memang dibuat oleh orang-orang Indonesia,” kata Harkristuti saat membawakan materi.
Hakristuti menjelaskan KUHP saat ini terdapat 628 pasal. Adapun, isinya lebih banyak pembaruan terhadap hukum pidana di Indonesia. Sehingga penerapan sanksi pidana dinilai menjadi tidak terarah. Menurutnya, hal itu dikarenakan setiap ada undang-undang, ada sanksi pidananya.
“Ini yang mau kita bereskan agar tidak terjadi bermacam-macam interpretasi, macam-macam pikiran, macam-macam sistem, jadi nanti hanya ada satu hukum pidana, itu yang penting, bukan pasal per pasal, tapi sistemnya dulu yang kita bangun. Itulah kenapa urgensi yang diperlukan sehingga mengapa RKHUP ini perlu mendapat perhatian semuanya.
Selain itu terdapat sejumlah isu krusial dalam pembahasan RUU KUHP yang perlu disosialisasikan lebih luas antara lain, penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, larangan penghasutan terhadap penguasa, pidana mati, penodaaan agama, kejahatan kesusilaan, serta living of law,” paparnya.
RKUHP ini dinilai masih menjadi perdebatan oleh para pakar Undang Undang dan Masyarakat Indonesia. Dari berbagai pasal yang dianggap kontroversial, muncul desakan-desakan dari berbagai elemen untuk mengkaji ulang atau merevisi kembali Rancangan KUHP yang terbaru ini. DPR sendiri dijadwalkan akan segera mengesahkan RKUHP akhir 2022.
Adapun peserta hadir yang terdiri dari instansi pemerintah daerah, aparat penegak hukum, akademisi, organisasi bantuan hukum, organisasi mahasiswa dan kepemudaan, organisasi profesi, masyarakatan keagamaan, serta masyarakat hukum pidana dan kriminologi (MAHUPIKI) Provinsi Sulawesi Utara.
(BenyaminAlfonso)